Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump menyarankan tanpa elaborasi bahwa NATO harus lebih aktif terlibat di Timur Tengah. Usulan itu muncul segera setelah ketegangan AS dengan Iran meningkat setelah pembunuhan Jenderal Iran Qasem Soleimani di Irak oleh pesawat tak berawak Amerika.
Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO mempertimbangkan untuk meningkatkan jumlah pasukannya di Irak. Kabar ini muncul di saat sentiment terhadap militer asing di Irak semakin tinggi.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan menteri pertahanan negara-negara anggota NATO akan menegosiasikan opsi untuk penambahan pasukan di Timur Tengah dalam pertemuan 12 Februari mendatang di Brussels.
Pasukan yang dikirim akan terlibat dalam misi non tempur dengan tugas utama melatih dan memberi sarang agar militer Irak mampu menghadapi ancaman sendiri.
Dia menambahkan bahwa NATO pertama-tama perlu mendapat lampu hijau dari pemerintah Irak untuk memulai kembali program pelatihan yang membeku setelah ketegangan di negara itu meningkat sebagai akibat dari tindakan Amerika baru-baru ini.
Duta Besar Amerika untuk NATO, Kay Bailey Hutchison, mengatakan bahwa aliansi membahas cara-cara untuk meningkatkan misi pelatihannya di Irak, yang saat ini dilakukan sekitar 500 personel.
Dua diplomat anonim mengatakan kepada Reuters bahwa peningkatan pasukan akan menjadi 2.000 dan buka penempatan baru, melainkan penugasan kembali pasukan yang saat ini beroperasi sebagai bagian dari koalisi yang dipimpin Amerika- sebuah struktur yang terpisah dari NATO.
Sumber-sumber Reuters juga mengungkapkan bahwa sekutu-sekutu AS, khususnya Perancis dan Jerman, pada awalnya tidak tertarik untuk mendukung seruan Trump dalam hal keterlibatan NATO yang lebih besar di Timur Tengah, tetapi mengubah sikap mereka setelah tujuannya dialihkan ke operasi pelatihan yang relatif tidak berisiko.
Seruan Trump pada negara-negara NATO datang segera setelah tindakan Washington di Irak menyebabkan meningkatnya ketegangan dengan Teheran dan Baghdad. Di bawah perintah Trump, Angkatan Udara Amerika melakukan serangan udara tanpa persetujuan Irak yang membunuh Jenderal Iran Qasem Soleimani di Baghdad pada 3 Januari 2020. Menyusul pembunuhan tersebut parlemen Irak meloloskan mosi tidak mengikat untuk mengusir semua pasukan asing dari negara itu.
Sentimen anti-Amerika juga terus terjadi di tingkat bawah di mana demonstrasi yang menolak kehadiran militer asing di negara tersebut terus terjadi.