Seorang utusan Amerika memperingatkan Israel untuk tidak menyatakan kedaulatan atas Tepi Barat tanpa persetujuan Washington. Peringatan ini mau tidak mau mendorong mundur keinginan koalisi ultra-nasionalis dalam koalisi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk segera menerapkan hukum di wilayah penting tersebut.
Rencana perdamaian Timur Tengah Presiden Amerika Donald Trump yang diluncurkan pada 28 Januari, membayangkan Israel menguasai petak-petak kunci wilayah yang dia caplok di mana Palestina juga menginginkannya.
Netanyahu awalnya menjanjikan “penerapan hukum Israel” yang cepat atau aneksasi de facto untuk blok permukiman Yahudi dan Lembah Jordan. Hal ini tentu saja menyenangkan basis religius kanannya menjelang pemilihan 2 Maret 2010 di mana ia berharap dapat memenangkan masa jabatan kelima.
Tetapi dia terpaksa mundur setelah Gedung Putih menjelaskan bahwa mereka menginginkan proses pemetaan Amerika-Israel diselesaikan terlebih dahulu dan ini kemungkinan memakan waktu berminggu-minggu atau lebih.
Menteri Pertahanan Naftali Bennett dan ultra-nasionalis Israel lainnya mendesak pemungutan suara kabinet segera tentang kedaulatan di Tepi Barat tanpa campur tangan duta besar Amerika. Namun duta besar Amerika Davied Friedman mengingatkan Israel untuk tidak melakukan hal teresbut.
“Israel harus tunduk pada penyelesaian proses pemetaan oleh komite bersama Israel-Amerika. Setiap tindakan sepihak sebelum penyelesaian proses komite membahayakan pengakuan Plan & American,” kata David Friedman dalam tweeted sebagaimana dikutip Reuters Minggu 9 Februari 2020.
Dalam pidato terpisah, Friedman menguraikan bahwa pesannya adalah “Israel memiliki sedikit kesabaran untuk menjalani proses, untuk melakukannya dengan benar, sesuatu yang kami pikir bukanlah terlalu banyak untuk diminta”.
“Dengan berita bahwa kabinet (Israel) akan didorong ke arah yang berpotensi merugikan pandangan kami tentang proses tersebut, kami hanya membiarkan orang tahu di mana kami berdiri,” katanya.
Netanyahu menyatakan akan menuruti Gedung Putih. “Pengakuan (Amerika) adalah hal utama dan kami tidak ingin membahayakan itu,” kata perdana menteri mengatakan kepada kabinetnya pada hari Minggu.
Sebagian besar negara menganggap pemukiman Israel di tanah yang direbut dalam perang Timur Tengah 1967 sebagai pelanggaran hukum internasional. Trump telah mengubah kebijakan Amerika untuk menarik keberatan tersebut dan prospek aneksasi Israel telah menuai kecaman luas.
Palestina mengatakan permukiman itu membuat negara masa depan tidak bisa hidup lagi. Israel mengutip kebutuhan keamanan serta ikatan alkitabiah dan historis dengan tanah tempat mereka dibangun.
“Setiap langkah sepihak ditolak apakah itu diambil sebelum atau setelah pemilihan,” kata Nabil Abu Rdainah, juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas. “Fakta tidak bisa dibuat di lapangan dan itu tidak akan pernah menjadi kenyataan.”
“Satu-satunya hal yang dapat kami terima adalah peta Palestina di perbatasan 1967,” tambah Abu Rdainah.