Sejumlah pejabat Amerika dan Irak semakin khawatir jet tempur F-16 Irak yang dipasok oleh Amerika Serikat akan disita oleh milisi yang didukung Iran.
Saat ini pengamanan jet-jet tempur tersebut dilakukan oleh kontraktor asing Sallyport Global yang merupakan bagian dari konglomerat kontraktor Caliburn yang berbasis di Reston, Virginia. Sekitar 34 F-16 ditempatkan Balad Air Base. Selain itu juga ada kontraktor dari Lockheed Martin, yang menyediakan perawatan.
Tetapi pada awal Januari, Sallyport dan Lockheed Martin menarik diri dari pangkalan itu setelah menghadapi tembakan roket dari milisi yang didukung Iran hingga meninggalkan teknologi sensitif Amerika berpotensi rentan.
“Karena kekhawatiran tentang keselamatan dan keamanan personel mereka yang mendukung operasi F-16 Irak di Pangkalan Udara Balad, Irak, Lockheed-Martin memulai evakuasi personel mereka pada 4 Januari 2020,” kata juru bicara Departemen Pertahanan Amerika Mayor Rob Lodewick kepada Foreign Policy 30 Januari 2020.
Dia mencatat bahwa Angkatan Udara Irak telah diberitahu sebelum evakuasi yang selesai pada 8 Januari.
Lodewick menekankan bahwa Amerika Serikat selalu peduli tentang keamanan teknologi yang diberikan kepada negara mana pun melalui penjualan militer asing dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk melindungi.
Hubungan keamanan antara Amerika Serikat dan Irak, mitra penting Amerika dalam perang melawan kelompok ISIS dan upaya untuk melawan pengaruh Iran di kawasan itu, telah diuji dalam beberapa pekan terakhir sejak Presiden Amerika Donald Trump menyetujui serangan drone 3 Januari yang membunuh Mayjen Iran Qassem Suleimani di Irak.
Kematian Suleimani memicu kemarahan di seluruh Irak, mendorong parlemen Irak untuk mengeluarkan resolusi tidak mengikat untuk mengusir pasukan asing dari negara itu.
Ketegangan semakin meningkat setelah Iran melancarkan serangan rudal terhadap pangkalan Irak yang digunakan pasukan Amerika pada 7 Januari. Tidak ada korban meninggal dalam serangan tersebut tetapi sekitar 50 tentara Amerika menderita trauma otak.
Sejak kontraktor swasta meninggalkan Balad, beberapa pejabat khawatir bahwa senjata, teknologi, dan komponen yang terkait F-16 bisa rentan. Beberapa mengatakan hanya masalah waktu sebelum Asaib Ahl al-Haq yang aktif di daerah sekitar Balad, dapat mengakses Pangkalan Udara Balad dan merebut senjata di sana. Kelompok ini adalah bagian dari milisi syiah Irak Popular Mobilization Force (PMF) yang didukung Iran
Seorang pejabat Amerika yang akrab dengan program F-16 mengatakan kepada Foreign Policy bahwa kekhawatiran terbesar adalah soal teknologi sensitif F-16. “Kami sama sekali tidak memiliki cara untuk memverifikasi apa yang mereka lihat, apa yang mereka bawa,” kata pejabat itu.
“Saat ini, di Balad, tidak ada apa-apa. Tidak ada personel Amerika yang menyediakan keamanan, “kata pejabat itu. “Sejauh teknologi, sekali itu dikompromikan tidak ada yang bisa kita lakukan,”
“Tidak ada yang akan menghentikan mereka,” kata seorang mantan pilot Angkatan Udara Irak F-16 kepada Foreign Policy.
Pejabat Amerika lainnya lebih percaya diri tentang keamanan sistem. Seorang pejabat militer Amerika, yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan pesawat dan peralatan terkait telah “dijaga dengan baik” oleh tentara Irak.
John Losinger, seorang juru bicara Lockheed, mengkonfirmasi personelnya telah meninggalkan pangkalan itu mengikuti peringatan Departemen Luar Negeri Amerika untuk semua warga negara Amerika untuk meninggalkan Irak karena meningkatnya ketegangan di wilayah tersebut.
Untuk saat ini, menurut pejabat Amerika yang mengetahui program tersebut, jet tidak diterbangkan secara teratur, yang di satu sisi mengurangi kebutuhan akan suku cadang tetapi di sisi lain menurunkan sistem. “Banyak hal di jet terdegradasi lebih cepat ketika mereka tidak digunakan, jadi itu semacam Catch-22,” kata pejabat itu.
Unit PMF sebelumnya telah memperoleh tank Abram M1 Irak buatan Amerika, dengan beberapa faksi yang berbeda menggunakannya sebagai bagian dari perang melawan ISIS, dan pemerintah Amerika mendesak Irak untuk mendapatkannya kembali sesuai perjanjian penjualan awal mereka. Milisi telah dimasukkan ke dalam militer Irak tetapi masih mempertahankan kebebasan mereka dan sering kali didukung oleh Iran.
Irak awalnya membeli F-16 pada tahun 2011 dan 2012, selama penarikan pemerintahan Obama dari negara itu dan sesaat sebelum periode ketidakstabilan yang menyebabkan bangkitnya ISIS.
Pesawat pertama dikirim pada 2014. Tetapi pukulan kembar dari penurunan harga minyak dan kebangkitan ISIS membuat Irak tidak mampu membayar untuk skuadron dan senjata lainnya sepenuhnya dengan dana nasional.
Jadi pada tahun 2016, Amerika Serikat memberikan Irak fasilitas kredit US$ 2,7 milyar pada Irak untuk senjata dan pemeliharaan sistem termasuk tank Abrams dan F-16.