Site icon

Amerika Memperluas Kehadiran Pasukan dan Jet Tempur di Arab Saudi

Di seberang bentangan luas pangkalan udara Prin Sultan yang ada di tengah gurun, ratusan tenda bermunculan dan satu skuadron jet tempur F-15E Angkatan Udara Amerika yang baru tiba berbaris di landasan pacu. Mereka baru saja melakukan misi harian ke Irak dan Syria. Di kejauhan, dua baterai rudal Patriot Amerika terus memindai langit, bersiap untuk merobohkan setiap serangan Iran terhadap kerajaan Saudi.

Kehadiran pasukan Amerika di negara ini telah berkembang menjadi sekitar 2.500 orang sejak musim panas lalu, ketika Amerika mengumumkan telah mulai mengerahkan pasukan ke tempat yang dulunya merupakan pusat militer utama Amerika.

Kembalinya pasukan Amerika ke Pangkalan Udara Prince Sultan adalah salah satu tanda yang lebih dramatis dari keputusan Amerika untuk meningkatkan pasukan di Timur Tengah sebagai respons terhadap ancaman dari Iran.

Pangkalan Udara Prince Sultan, kata Komandan Pasukan Amerika di Timur Tengah, Jenderal Marinir Frank McKenzie, menyajikan target rumit bagi Iran untuk menghantam dan menyediakan lokasi terpencil bagi pasukan Amerika, jet tempur, dan aset lainnya.  Pangkalan ini juga memberikan keamanan yang lebih besar bagi Arab Saudi, yang meminta bantuan setelah serangan drone dan serangan rudal Iran terhadap fasilitas minyak di kerajaan September lalu.

Saat ini, tenda-tenda putih besar didirikan memberikan kesan penempatan tersebut bersifat sementara. Tetapi menurut Kolonel Angkatan Udara Jason King, wakil komandan Wing Ekspedisi Udara ke-378 yang dikirim di pangkalan tersebut, ada perencanaan yang disusun untuk mengganti tenda dengan trailer dan struktur yang lebih permanen.

Arab Saudi adalah sekutu Amerika selama puluhan tahun, hubungan yang awalnya dibangun di atas ketergantungan Amerika pada minyak Timur Tengah. Koneksi militer telah kuat, bahkan selama masa-masa tekanan dalam hubungan yang lebih luas, termasuk setelah serangan 11 September 2001, di mana sebagian besar pembajak adalah orang Saudi.

Kerajaan itu juga telah dikritik dengan keras di Kongres atas pembunuhan terhadap kolumnis Washington Post Jamal Khashoggi pada 2018 dan karena perannya dalam serangan udara di Yaman yang telah membunuh atau melukai banyak warga sipil.

McKenzie berhati-hati ketika ditanya berapa lama Amerika akan bertahan di Saudi. “Saya pikir ini adalah bagian penting dari arsitektur kami sekarang dan kami akan terus mengevaluasi itu ketika kami maju,” katanya sebagaimana dilaporkan Stars and Stripes. “Itu tempat yang dijaga dengan baik dan kita bisa menempatkan banyak kekuatan tempur di sini.”

Masa depan pangkalan itu, katanya kepada wartawan yang bepergian bersamanya, adalah bagian dari diskusi dengan Menteri Pertahanan Mark Esper tentang berapa banyak pasukan yang dibutuhkan di wilayah tersebut.

Penghitungan itu dilakukan dengan latar belakang dorongan Presiden Donald Trump untuk mengeluarkan pasukan Amerika dari Timur Tengah dan mengakhiri apa yang disebutnya “perang tanpa akhir” Amerika.

Berbicara kepada pasukan di dalam salah satu tenda besar, McKenzie mengakui kondisi hidup yang kurang ideal. Namun dia mengatakan kehadiran mereka mengirimkan sinyal ke Iran bahwa Amerika serius, dan itu juga memberinya lebih banyak opsi untuk setiap aksi militer di wilayah tersebut.

Pangkalan tersebut adalah representasi nyata dari perjuangan untuk menyeimbangkan ancaman yang meningkat di Timur Tengah di tengah desakan Pentagon bahwa militer Amerika lebih banyak mengalihkan fokusnya ke Asia dan risiko dari China dan Rusia.

Ketegangan Amerika dengan Iran telah bergolak selama berbulan-bulan dan melonjak setelah AS serangan pesawat tak berawak di Irak yang menewaskan Qassem Soleimani, jenderal top Iran.

Sebagai tanggapan, pada 8 Januari Iran menembakkan dua lusin rudal balistik di dua pangkalan Irak di mana pasukan Amerika ditempatkan.  Amerika tidak memiliki pertahanan Patriot di pangkalan-pangkalan itu karena menilai lokasi lain, seperti Arab Saudi dan di tempat lain di Teluk, lebih mungkin menjadi sasaran Iran.

Exit mobile version