Bomber strategis jarak jauh Tupolev Tu-22M3 Rusia dilaporkan terbang melintasi wilayah Iran saat menuju pangkalan militer di Suriah. Namun, Kementerian Pertahanan Rusia membantah informasi ini.
Menurut outlet media online Israel DEBKAfile, pembom strategis jarak jauh Tupolev Tu-22M3, yang oleh NATO disebut sebagai Backfire berangkat dari pangkalan Rusia untuk berangkat dalam misi pemboman di Suriah. Pembom Rusia memilih untuk terbang melalui wilayah udara Iran guna menghemat waktu.
Namun Kementerian Pertahanan Rusia membantah laporan tersebut “Informasi dari salah satu sumber Israel tentang dugaan penerbangan pembom Rusia di wilayah udara Iran adalah palsu”, kata kementerian itu sebagiamana dilaporkan Sputnik Kamis 19 Desember 2019.
Tu-22M3 adalah modifikasi ketiga dari pembom strategis jarak jauh supersonik yang dikembangkan kembali pada 1970-an dan telah beroperasi dengan Angkatan Udara Rusia hingga hari ini. Saat ini 14 dari total 63 Tu-22 telah digunakan dalam operasi di Suriah sejak 2015.
Pesawat strategis sayap menyapu ini mampu membawa rudal dan bom secara bersamaan, terbang jarak hingga 2.400 kilometer, dan membawa muatan 12.000 kg.
Rusia mengklaim di Suriah, para pembom ini telah digunakan untuk melakukan serangan terhadap kelompok-kelompok bersenjata yang beroperasi di negara itu dalam koordinasi yang erat dengan pasukan pemerintah Suriah.
Ada beberapa laporan bahwa Republik Islam ingin mendapatkan jenis pembom ini, yang pertama kali dikembangkan di Uni Soviet, meskipun tidak ada yang dikonfirmasi, dan sejauh ini Rusia adalah satu-satunya negara yang mengoperasikan pesawat itu.
Pada 2016 Rusia bukan hanya menerbangkan Tu-22 melintasi langit Iran tetapi bahkan berbasis di negara tersebut untuk melakukan serangan ke Suriah.
Meski saat kabar pertama tentang operasi bomber di Iran itu ditolak, Kementerian Pertahanan Rusia akhir mengkonfirmasi pada 16 Agustus 2016 bahwa mereka telah mengerahkan pembom Tu-22M3 dan pesawat tempur bomber Su-34 di Pangkalan Hamadan Iran dan pesawat ini telah digunakan untuk melakukan serangan udara terhadap ISIS di Suriah. Namun karena banyaknya desakan dari internal Iran, akhirnya penempatan bomber tersebut diakhiri.