Site icon

US Navy Tidak Memiliki Cukup Suku Cadang untuk Menjaga Super Hornet

F/A-18 E Super Horne

Angkatan Laut Amerika tidak memiliki cukup spare part yang dibutuhkannya untuk menjaga agar jet tempur tetap mereka beroperasi. Hal ini dapat memengaruhi kemampuan meereka dalam perang masa depan.

Masalah itu menjadi kunci utama dari audit yang dirilis minggu ini oleh Department of Defense Inspector General (DODIG), yang berfokus pada Boeing F / A-18E / F Super Hornet, pesawat serang pekerja keras Angkatan Laut sejak 1995.

“Meskipun para pejabat Angkatan Laut dan DLA (Defense Logistics Agency) mengidentifikasi jumlah suku cadang yang dibutuhkan, para pejabat tidak dapat memperoleh jumlah yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan saat ini,” demikian bunyi audit yang disunting ulang sebagaimana dilaporkan Quartz Ahad 24 November 2019. Audit dikerjakan sejak Maret 2018.

Karena kondisi ini Angkatan Laut Amerika kemungkinan tidak akan mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan di mana jet tempur tersebut memiliki tingkat kemampuan misi 80 persen. Hanya sekitar setengah dari 546 Super Hornet US Navy beroperasi pada tahun lalu.

Kurangnya suku cadang telah menjadi masalah bagi layanan ini, dan “masalah kesiapan” sebagian besar masih belum terpecahkan.

Untuk memenuhi persyaratan dengan segera, Angkatan Laut Amerika harus mencopoti bagian-bagian Super Hornet dari pesawat lain, sebuah situasi yang menurut DODIG tidak dapat dipertahankan.

Pada sidang kongres beberapa tahun yang lalu, Mac Thornberry, anggota Kongres dari Partai Republik berbicara tentang Korps Marinir yang harus mengkanibal bagian-bagian F / A-18 dari sebuah jet tempur yang dipajang di sebuah museum untuk bisa membawa pesawat siap terbang.

Baik Angkatan Laut dan Angkatan Udara Amerika dipanggil tahun lalu oleh Kantor Akuntabilitas Pemerintah karena tidak memenuhi target ketersediaan pesawat. Sementara menurut laporan DLA 2017, suku cadang untuk mesin AV-8B Harrier II Marinir, yang diproduksi oleh Rolls -Royce, belum dikirim sesuai jadwal.

“Bisnis Pentagon sebenarnya tidak berjuang dan memenangkan perang,  tetapi menghabiskan sejumlah besar uang pembayar pajak untuk membeli perangkat keras besar dan mahal,” kata Dan Grazier, seorang analis militer di Proyek non-partisan tentang Pengawasan Pemerintah kepada Quartz. “Dan itu hampir selalu menjadi prioritas daripada mempertahankan barang-barang yang lebih tua.”

Grazier, yang pernah menjabat sebagai kapten di Korps Marinir Amerika, mengatakan Angkatan Laut telah menginvestasikan puluhan miliar dolar untuk mengembangkan sistem baru yang belum terbukti, sementara sistem yang terbukti seperti Super Hornet tidak bisa mendapatkan semua bagian yang mereka butuhkan untuk tetap beroperasi.

Dia mencontohkan destroyer kelas Zumwalt yang harganya sangat tinggi tetapi memiliki masalah hingga pembelian dipangkas hanya menjadi tiga.  Contoh lain, Littoral Combat Ship yang disebutnya sebagia kegagalan total. Biaya program itu juga telah dkurangi sekitar US$ 30 miliar.

Tetapi program yang mungkin paling langsung terhubung dengan masalah suku cadang Angkatan Laut saat ini adalah F-35, kata Grazier. Jet tempur termahal yang pernah ada, namun telah mengalami keterlambatan, kelebihan biaya, dan kinerja yang kurang.

Angkatan Laut membatalkan berbagai kontrak untuk terus membeli suku cadang Super Hornet pada akhir 1990-an dan awal 2000-an dengan berharap memiliki F-35 operasional dalam jangka waktu 2010-2012.  Tentu saja itu, belum terjadi.

“Rencana dan janji-janji yang dibuat tentang F-35, kemampuan dan perkiraan biaya aslinya sangat salah dan sangat tidak realistis,” kata Grazier. “Mereka sekarang menderita karena F-35 masih belum siap untuk pergi.”

Dalam laporan DODIG ada lima bagian penting yang dibutuhkan Angkatan Laut untuk menjaga kesiapan operasional armada F / A-18 E / F yakni generator listrik pesawat; center cockpit display; sensor penargetan utama; antena komunikasi; dan tail rudder actuator.

Penyebab spesifik meliputi bahan usang yang tidak lagi dibuat atau tersedia untuk dibeli; penundaan produksi dan pengiriman; dan aturan dalam kontrak Pentagon yang melarang Angkatan Laut memproduksi bagiannya sendiri atau memperbaiki suku cadang rusak yang mereka miliki.

Center cockpit display Super Hornet dibuat dengan jenis kaca yang sekarang sudah usang, menurut laporan itu. Pada akhir 2018, kontraktor yang bertanggung jawab untuk itu hanya memiliki 68 buah yang tersisa.

Komponen yang dipesan paling banyak oleh Super Hornet adalah antena komunikasi, karena penundaan produksi. Seorang pejabat DLA mengatakan hanya satu vendor yang mampu membuat komponen. Namun, kontraktor khusus ini pindah dari Massachusetts ke Pennsylvania dan mengalami keterlambatan dalam menjalankan jalur produksi  sehingga tidak mungkin untuk mendapatkan yang baru untuk periode 13 bulan.

Exit mobile version