Inggris tampak cukup percaya diri untuk melakukan perang antikapal selam setelah mulai menerima pengiriman pesawat patroli maritim P-8A Poseidon yang dibuat Boeing. Negara ini membeli sembilan pesawat tersebut untuk menutup celah sektor ini setelah pesawat Nimrod dengan fungsi yang sama telah dipensiun beberapa tahun lalu.
Inggris memang cemas dengan perkembangan kekuatan kapal selam Rusia. Tidak hanya semakin canggih, kapal selam Rusia juga tampak semakin aktif di dekat perairan mereka.
P-8A Poseidon memang layak dipilih mengingat inilah salah satu pesawat patroli maritim dan antikapal selam yang cukup mumpuni saat ini. Pesawat juga terbukti cukup laris manis
Pada Januari 2019 Boeing kembali mendapatkan pesanan sebesar US$ 2.5 miliar atau sekitar Rp35 triliun untuk 19 pesawat patroli maritim ini. Pesawat akan digunakan Angkatan Latu Amerika, Angkatan Udara Inggris dan Angkatan Udara Norwegia. US Navy memesan 10 pesawat sementaraInggris memesan empat pesawat dan Norwegia memesan lima pesawat.
Sejauh ini, Boeing mengatakan telah mengirimkan 78 P-8A ke Angkatan Laut Amerika, delapan ke Angkatan udara Australia dan delapan P-8I ke India.
Sebagaimana dilaporkan Flightglobal Sabtu 26 Januari 2019, Boeing telah mendapatkan total kontrak untuk 111 P-8 untuk US Navy, 12 untuk Royal Australian Air Force, sembilan untuk Royal Air Force Inggris, lima untuk Norwegia dan empat untuk angkatan laut India.
Pesawat yang berbasis pada Boeing 737 ini memang tidak sesexy F-22 atau F-35, tetapi P-8A Poseidon dalam beberapa hal jauh lebih berbahaya terutama ketika memburu dan membunuh kapal selam alwan.
Memburu kapal selam dari udara, adalah pekerjaan sangat berat yang membutuhkan banyak airframes dan menghabiskan ribuan jam terbang untuk menerbangkan pola patroli jarak jauh ke laut.
Sejak tahun 1962, Angkatan Laut Amerika telah mengoperasikan pesawat patroli P-3 Orion, yang didasarkan dari pesawat empat mesin L-88 Electra. Pesawat bertenaga turboprop bisa menghabiskan belasan jam terbang rendah di atas lautan untuk menjatuhkan pelampung sonar, memindai air untuk mencari lambung logam dari kapal selam dengan Magnetic Anomaly Detector (MAD) dan berpotensi meluncurkan torpedo.
Setelah lima 55 tahun pelayanan, P-3 yang telah mengumpulkan ribuan jam layanan mau tidak mau telah kelelahan.
Hingga pada tahun 2004 Angkatan Laut Amerika memilih pesawat jet P-8 Poseidon untuk menggantikan P-3. Pembangunan berjalan relatif lancar, sebagian karena penggunaan badan pesawat yang sudah ada sebelumnya dan keputusan adalah menggunakan strategi pengembangan sambil jalan daripada menempatkan semua kemampuan sekaligus.
P-8 didasarkan pada pesawat 737-800ERX ini seharga sekitar US$150 juta atau sekitar Rp2 triliun. Pesawat biasanya memiliki tiga awak dan memiliki dayan yang lebih kuat untuk elektronik onboardnya. Poseidon menawarkan perjalanan yang jauh lebih mulus daripada Orion, berkat sayap dan komputer penerbangannya yang lebih luas. Kru Orion sering merasa mual akibat turbulensi yang kuat ketika harus terbang rendah.
Sementara P-8 memiliki lambung yang diperkuat untuk beroperasi pada ketinggian rendah, meskipun pada sisi efisiensi bahan bakar berkurang dibandingkan dengan P-3. Poseidon dirancang untuk melakukan sebagian besar operasinya dari ketinggian tinggi, di mana atmosfer yang lebih tipis memungkinkan efisiensi bahan bakar lebih besar dan keunggulan yang lebih baik untuk beberapa sensornya.
Poseidon dapat berkeliaran dengan kecepatan serendah dua ratus mil per jam, dan dapat terus berada di udara lama karena kemampuan pengisian bahan bakar di udara. Namun, dengan kecepatan maksimum 564 mil per jam pesawat bisa juga melaju dua ratus mil per jam lebih cepat dari pada pesawat P-3 yang diganti.