Di mana ladang ranjau darat terpanjang atau terbesar di dunia? Mungkin Anda akan membayangkan Afghanistan. Sebuah negara yang telah mengalami perang tanpa henti dan perselisihan sipil sejak Invasi Soviet 1979 dan sejak itu, ranjau darat selalu menjadi bahaya.
Atau mungkin Anda akan membayangkan Vietnam atau Korea Utara yang juga pernah dilanda perang darat besar. Jangan salah ladang ranjau terbesar justru ada di Gurun Sahara.
Ada banyak zona perang di mana ladang ranjau telah digunakan, terutama di Afrika Utara. Ranjau –ranjau di wilayah ini berasal dari Perang Dunia II masih menjadi masalah bagi Afrika Utara hingga selarang. Belum lagi sisa-sisa ranjau saat pengusiran Prancis dari Aljazair, dan Perang Sipil baru-baru ini di Libya. Tapi ladang ranjau terpanjang di dunia sebenarnya di selatan Maroko dan ditanam oleh orang Maroko.
Di luar Afrika ada wilayah kecil yang disebut Sahara Barat. Ketika Spanyol meninggalkan daerah itu pada tahun 1975, baik Mauritania dan Maroko dengan cepat mengklaimnya menjadi miliknya.
Orang-orang yang tinggal di daerah itu, yang disebut Saharawis, punya ide lain. Mereka menginginkan kemerdekaan seperti negara Afrika lainnya, yang mengalami gelombang demi gelombang gerakan kemerdekaan anti-kolonial waktu itu.
Mereka membentuk badan militer dan politik yang disebut Polisario dan memaksa pasukan Mauritania keluar tetapi tidak dapat mengusir Maroko yang telah menduduki daerah itu sejak saat itu.
Tetapi pasukan Maroko tidak mampu menaklukkan seluruh negeri dan akhirnya terjadi konflik berlarut-larut.
Maroko kemudian membangun tanggul pasir dengan ladang ranjau darat sepanjang 2.700 kilometer untuk membatasi wilayah yang dikuasainya dengan daerah di bawah Polisario yang disebut sebagai “zona bebas” Sekitar tujuh juta ranjau ditanam di di sepanjang perbatasan yang disengketakan.
Setelah konflik bersenjata berhenti pada tahun 1991, Maroko tidak berusaha untuk mengambil ranjau. Bahkan, ia menggandakan pendudukannya, membangun menara jaga, pos radar, dan mengerahkan ribuan pasukan di sepanjang tanggul untuk menjaga Saharawi keluar dari Sahara Barat dan mendeteksi kemungkinan penyusup.
Warga sipil terus-menerus menjadi korban karena ledakan ranjau, sementara hampir tidak ada negara lain yang mengakui klaim Maroko atas Sahara Barat.