SpaceX, perusahaan yang mengkhususkan diri dalam menyediakan akses ke ruang angkasa, menawarkan roket Starship kepada Angkatan Darat Amerika sebagai cara untuk mengangkut personel dan kargo ke luar negeri dengan cepat.
Perusahaan juga percaya bahwa layanan penyedia internet Starlink yang menjangkau seluruh dunia juga dapat melayani US Army. Meski prospek internet nirkabel murah sangat menarik, mungkin terlalu dini untuk mengirim tentara melesat ke luar angkasa, kecuali tujuan mereka adalah ruang angkasa.
Presiden dan chief operating officer SpaceX Gwynne Shotwell pada diskusi panel Association of the U.S. Army conference 2019 dsi Washington D.C menyatakan Angkatan Darat Amerika adalah pelanggan potensial untuk roket superheavy Starship dan konstelasi internet broadband Starlink.
Starship adalah proyek terbesar dan paling ambisius SpaceX hingga saat ini. Starship adalah kombinasi dari pesawat ruang angkasa Starship dan roket Super Heavy. Perkawinan keduanya dapat mengangkat 110 ton kargo ke orbit rendah bumi. Jumlah ini jauh lebih besar daripada pesawat transportasi C-17 Globemaster III Amerika.
SpaceX percaya bahwa roket, selain mengirim kargo ke luar angkasa, dapat melayani dalam peran transportasi “point-to-point”, mengangkut orang dan kargo antara dua titik di Bumi.
Pesawat luar angkasa point-to-point akan bertindak seperti rudal balistik: setelah diluncurkan akan bergerak ke ke orbit rendah bumi dan kemudian roket menuju landasan pendaratan yang jauh. Starship akan jauh lebih cepat daripada sistem transportasi yang ada, sekitar 18.000 mil per jam.
Pesawat ruang angkasa Starship akan mengorbit ketujuannya dengan super cepat tetapi mendarat dengan aman menggunakan mesin roketnya. Perjalanan dari Nebraska ke Uni Emirat Arab akan memakan waktu sekitar setengah jam, termasuk untuk akselerasi saat lepas landas dan perlambatan saat hendak mendarat.
Angkatan Darat Amerika dapat menggunakan Starship untuk mentransfer personel dan suplai yang sangat dibutuhkan dari benua Amerika ke pangkalan yang jauh di luar negeri. Starship dapat membawa hingga 100 orang, atau sekitar satu kompi infanteri, ditambah senjata. Secara teoritis itu bisa membawa sesuatu seberat tank M1A2 Abrams, amunisi, kru, dan bahan bakar. Seberapa praktis itu masih harus dilihat.
Namun sebagaimana dilaporkan Popular Mechanics Selasa 22 Oktober 2019 pihak US Army hampir pasti tidak akan menjadi pelanggan pertama untuk transportasi luar angkasa point-to-point ini. Perjalanan ruang angkasa masih sangat berbahaya di mana Space Shuttle memiliki catatan keselamatan 1,5 persen. Itu tidak bisa diterima, dan Starship perlu menunjukkan catatan yang jauh lebih baik sebelum Angkatan Darat Amerika bahkan mempertimbangkannya.
SpaceX juga harus membuat sistem ini terjangkau. Meskipun benar bahwa menerbangkan roket dari Nebraska ke UEA memangkas waktu transportasi sekitar 12 jam, perjalanan udara biasa lebih murah dan dapat diandalkan.
Sistem satelit Internet Starlink kemungkinan lebih menarik perhatian Angkatan Darat Amerika. Starlink berencana untuk meluncurkan 12.000 satelit ke orbit rendah bumi untuk menyediakan Internet broadband global. Itu tawaran menarik untuk organisasi mana pun yang beroperasi secara global, khususnya Angkatan Darat Amerika Jaringan tunggal yang menyediakan komunikasi semacam itu bisa sangat menguntungkan.
Namun itu juga bisa menjadi bencana. Sebuah konstelasi 12.000 satelit juga akan menyediakan 12.000 titik akses bagi peretas untuk menembus jaringan. Jika sebuah jaringan global — terutama yang membawa data rahasia— diretas, itu dapat membahayakan nyawa tentara Amerika.