Turki Terus dalam Tekanan Dunia
Pasukan Turki di Suriah

Turki Terus dalam Tekanan Dunia

Tekanan terhadap Turki dari dunia internasional terkait aksi militernya di Suriah terus menguat.  Setelah Finlandia memutuskan untuk menghentikan penjualan senjata ke negara tersebut, giliran Spanyol berencana menarik sistem rudal pretahanan Patriot  dari wilayah Turki jika ekskalasi terus meluas.

Surat kabar El Pais melaporkan sistem pertahanan udara Spanyol dikerahkan ke pangkalan militer Incirlik di provinsi Adana di Turki selatan pada 2015 sebagai bagian dari operasi NATO.

Ada 150 tentara Spanyol di pangkalan itu. Perjanjian saat ini berakhir pada bulan Desember, tetapi menurut sumber-sumber diplomatik, kemungkinan perpanjangan enam bulan lagi akan dipertimbangkan. Pemerintah Spanyol perlu segera memutuskan apakah akan memperpanjang perjanjian atau tidak.

Dalam hal konflik di Suriah semakin parah, Madrid akan mengangkat masalah penarikan sistem pertahanan udara di NATO, kata surat kabar itu.

Pasukan Turki menggempur kalangan milisi Kurdi di Suriah timur laut pada hari kedua operasi Peace Springs, Kamis 10 Oktober 2019 yang mengakibaktan hingga ribuan orang terpaksa mengungsi dan ratusan orang dilaporkan tewas.

Serangan yang dilancarkan terhadap Syrian Democratic Force (SDF) pimpinan milisi YPG Kurdi tersebut membuka salah satu garis depan baru terbesar dalam perang sipil Suriah, yang telah berlangsung selama delapan tahun dan menarik masuk negara-negara asing. Kementerian Pertahanan Turki mengatakan sejauh ini 228 milisi tewas dalam serangan. Kubu Kurdi mengatakan mereka sedang menahan serangan itu.

Sedikitnya 23 petempur SDF dan enam petempur sebuah kelompok pemberontak Suriah dukungan Turki juga terbunuh, kata lembaga pemantau perang Syrian Observatory for Human Rights. SDF mengatakan serangan-serangan udara dan gempuran Turki juga menewaskan sembilan warga sipil.

Komite Penyelamat Internasional mengatakan 64.000 warga Suriah sudah mengungsi sejak serangan mulai berlangsung. Sebagian besar kawasan kota Ras al-Ain dan Darbasiya, sekitar 30 kilometer di sebelah timur, juga sudah sepi ditinggalkan penduduk.

Serangan Turki dimulai beberapa hari sesudah Presiden Donald Trump menarik pasukan Amerika Serikat dari wilayah itu serta setelah ia berbicara melalui telepon dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

“Kita punya tiga pilihan: kirimkan ribuan personel pasukan dan menang secara militer, menggempur Turki secara finansial dan melalui sanksi, atau menengahi kesepakatan antara Turki dan Kurdi! kata Trump di Twitter, Kamis.

“Saya berharap kita bisa melakukan mediasi,” kata Trump ketika ditanyai oleh para wartawan di Gedung Putih soal pilihan-pilihan tersebut .

Amerika Serikat kembali memperingatkan Turki di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Kamis bahwa negara itu akan menghadapi “konsekuensi” jika serangan terhadap kalangan milisi Kurdi di Suriah timur laut tidak melindungi penduduk yang rentan, atau menguntungkan militan ISIS.

Duta Besar Amerika untuk PBB Kelly Craft, yang berbicara dalam sidang tertutup Dewan Keamanan PBB soal Suriah, tidak merinci konsekuensi yang dimaksud.

“Kalau tidak mengikuti aturan, yaitu melindungi penduduk yang rentan, tidak menjamin bahwa ISIS tidak memanfaatkan aksi-aksi ini untuk menyusun kembali kekuatan, akan ada konsekuensinya,” kata Craft di depan para wartawan.

Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara sudah menggelar sidang –atas permintaan lima negara Eropa, yakni Inggris, Prancis, Jerman, Belgia dan Polandia. Dalam pernyataan bersama, negara-negara Eropa tersebut mendesak Turki untuk menghentikan aksi militernya.

Melalui surat yang disampaikan pada Rabu  Turki mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa operasi militer di Suriah timur laut akan dijalankan secara “proporsional, terukur dan bertanggung jawab.”

“Operasi ini hanya akan menargetkan para teroris dan persembunyian mereka, tempat mereka berlindung, lokasi, kendaraan serta peralatan persenjataan mereka,” kata Duta Besar Turki untuk PBB Feridun Sinirlioglu. “Semua tindakan pencegahan sedang diambil untuk menghindarkan penduduk sipil menjadi korban.”

Turki mendasarkan Pasal 51 Piagam PBB sebagai pembenaran aksinya. Pasal tersebut mengatur soal hak individual ataupun bersama untuk membela diri dari serangan bersenjata.