Angkatan Udara Amerika di Pasifik atau US Pacific Air Force (PACAF) sedang menjajaki kemungkinan menggunakan artificial intelligence (AI) untuk menganalisis berton-ton informasi yang diperoleh militer dari berbagai sumber, baik saat ini dan di masa lalu, untuk lebih baik dan lebih cepat memprediksi kemungkinan niat musuh.
Wakil Kepala Divisi Integrasi PACAF Ryan Raber di acara Genius Machines pada 3 September 2019 sebagaimana dilaporkan Defense One mengungkapkan mekanisme yang direncanakan akan digunakan untuk meningkatkan proses pengambilan keputusan PACAF dan akan fokus pada peristiwa yang terjadi di kawasan Pasifik.
PACAF sendiri tidak merinci tindakan negara mana yang akan diprediksi oleh sistem yang direncanakan, namun bicara soal Pasifik berarti Rusia dan China bisa menjadi objek studi potensial.
Sistem ini diharapkan untuk meramalkan tindakan musuh potensial dengan mendeteksi penyimpangan dalam rutinitasnya berdasarkan analisis tindakan masa lalu dan saat ini. Proses ini memakan waktu berhari-hari ketika dilakukan oleh manusia, tetapi menggunakan komputer dengan AI secara teoretis dapat memperoleh hasil hanya dalam beberapa menit.
“Jika Anda memiliki data selama enam bulan, delapan bulan, setahun, Anda mulai memahami seperti apa polanya. Inilah yang saya tahu adalah ‘normal.’ Kemudian kita mulai memilih titik data yang tidak normal. Dan kemudian kita mulai fokus pada hal itu dan mencari tahu apa artinya bagi kita. Apakah itu pesawat musuh yang mempersiapkan sesuatu? “Raber menjelaskan.
Menurut pejabat PACAF, sistem seperti itu, secara ironis dikembangkan di Pearl Harbor, di mana armada Amerika menderita kerusakan besar selama serangan tak terduga dalam Perang Dunia II dan akan memungkinkan militer Amerika bersiap-siap untuk kemungkinan serangan. Raber mencatat bahwa tujuannya adalah untuk di depan siklus keputusan musuh hingga bisa bersiap menanggapi secara memadai.
Pengungkapan tentang rencana untuk sistem analitik berbasis AI di masa mendatang datang beberapa hari setelah mantan Wakil Menteri Pertahanan Amerika Robert Work memperingatkan agar tidak menggunakan kecerdasan buatan untuk memproses data guna pengambilan keputusan di masa depan. Dia menyebut kemungkinan munculnya sistem yang akan menyarankan opsi serangan nuklir setelah memproses data intelijen menjadi “prospek yang mengkhawatirkan”.
Amerika saat ini memiliki hubungan yang tegang dengan dua kekuatan militer utama di wilayah Pasifik – China dan Rusia, serta sejarah konfrontasi dengan Korea Utara. Meski ada beberapa insiden dengan militer Rusia di Pasifik, armada Amerika secara teratur melakukan misi di perairan sengketa yang dikontrol China . Beijing, yang telah memperkuat kehadiran militernya di pulau-pulau di Laut China Selatan, secara teratur mengkritik tindakan Washington yang disebut sebagia “provokasi.”