Laporan National Audit Office (NAO) menyebutkan pilot Angkatan Udara Inggris atau Royal Air Force (RAF) terpaksa menunggu hampir dua tahun untuk bisa menyelesaikan pelatihan jet tempur.
Laporan NAO mengatakan waktu yang dibutuhkan untuk melatih awak pesawat secara konsisten jauh dari harapan Kementerian Pertahanan dan memperkirakan Sistem Pelatihan Terbang Militer atau Military Flying Training System (MFTS) tidak akan sepenuhnya dapat memenuhi persyaratan hingga tahun 2023.
Pada bulan Juli 2019, ada 145 siswa RAF menunggu rata-rata 90 minggu untuk memulai pelatihan dari seharusnya hanya 12 minggu untuk sekitar 26 siswa pada suatu waktu.
Laporan yang dikutip The Telegraph Selasa 3 September 2019 tersebut juga mengungkapkan dalam enam tahun hingga 2018/2019, Kementerian Pertahanan gagal memenuhi kebutuhan pelatihannya rata-rata 45 persen, serta kekurangan 125 awak kapal setahun.
Pilot jet cepat bernasib paling buruk dengan waktu pelatihan optimal yakni dari di bawah empat tahun yang ditetapkan menjadi tujuh taun atau molor 82 persen. Pelatihan pilot multi-mesin dan helikopter – masing-masing sekitar empat setengah tahun dan lima tahun – keduanya membutuhkan waktu 73 persen lebih lama dari yang dibutuhkan.
“Masalah pelatihan terbang militer berlanjut dengan Kementerian Pertahanan berulang kali gagal melatih awak pesawat yang dibutuhkan,” kata anggota parlemen Meg Hillier yang juga ketua Komite Akun Publik.
“NAO menemukan bahwa Kementerian Pertahanan telah melatih rata-rata 45 persen lebih sedikit pilot daripada yang dibutuhkan dalam enam tahun terakhir. Siswa telah mengalami penundaan lama menunggu untuk memulai pelatihan mereka dengan pelatihan dibatalkan dan ditunda,” katanya.
Meski laporan NAO mengkritik manajemen program Kementerian Pertahanan menjadi masalah, para ahli pertahanan mengatakan masalah saat ini berasal dari keputusan pemerintah dalam Strategic Defence and Security Review (SDSR) 2010 untuk memangkas jumlah pesawat militer dalam layanan garis depan. Akibatnya, jalur pelatihan, fasilitas dan peralatan seperti simulator tidak dipertahankan atau diganti.
Namun, dalam pembalikan kebijakan yang diumumkan pada SDSR 2015, pemerintah berkomitmen untuk menurunkan dua skuadron tempur Typhoon baru, berinvestasi kembali dalam pesawat patroli maritim dan memutuskan untuk mengedepankan program jet siluman F-35.
Sumber senior Whitehall mengatakan bahwa arah dan bimbingan yang bimbang dari Departemen Pertahanan ini telah membuat departemen tidak bisa bekerja dengan baik dan maksimal. “Jika Anda terus memindahkan tiang gawang, sulit untuk mencetak gol,” kata sumber itu.
Seorang juru bicara Kementerian Pertahanan mengatakan Military Flying Training System (MFTS) adalah transformasi terbesar pelatihan awak kapal udara Inggris dalam satu generasi. “Meskipun kami mengakui ada beberapa tantangan, transisi ke sistem baru sekarang sedang berlangsung dan peningkatan yang stabil dalam throughput aircrew sedang terlihat di semua bidang.”