Rusia mengakui sanksi dari Amerika Serikat berdampak pada proses pengadaan jet tempur Su-35 untuk Indonesia dan berharap akan ada perkembangan dalam waktu dekat.
“Kontrak pembelian Su-35 untuk Indonesia masih berlaku. Kami sedang bekerja bersama untuk merumuskan hal itu. Kami sedang membahas beberapa rincian kecil yang tercantum di dalam kontrak,” ujar Direktur Dinas Federal untuk Kerja Sama Teknis dan Militer Rusia, Dmitriy Shugaev, di sela pameran kedirgantaraan MAKS 2019, di Bandara Internasional Zhukovskyi, Moskow.
Dia menyatakan, mereka berharap akan ada perkembangan dalam waktu dekat sehingga kontrak tersebut bisa terwujud. “Itu yang bisa saya katakan,” katanya sebagaimana dilaporkan Antara 30 Agustus 2019.
Amerika Serikat, menyusul krisis di Crimea pada 1994 mengeluarkan sanksi perdagangan internasional atas produk-produk militer dan sistem kesenjataan buatan Rusia. Sanksi yang dikeluarkan pada 2016 itu juga berlaku pada individu Rusia dan Ukraina yang terlibat dalam aneksasi Semenanjung Krimea oleh Rusia itu.
Sanksi itu dikenal sebagai Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act alias CATSA dan juga berimbas serius pada Indonesia yang sejak awal 2015 berencana akan membeli Su-35 sebagai calon pengganti F-5E/F Tiger II di Skuadron Udara 14 TNI AU.
Indonesia dan Rusia telah menandatangani pengadaan 11 unit Su-35 dari Rusia senilai Rp1,14 triliun. Di antaranya adalah mewajibkan imbal beli hingga 50 persen nilai kontrak, alih teknologi-alih pengetahuan, off set dalam nilai dan jumlah yang bertingkat-berjenjang, pelibatan industri dalam negeri, dan lain-lain.
“Maksud saya, terkait dari sisi mereka dan sebagainya. Jelas sekali bahwa ini merupakan kompetisi yang tidak adil,” kata Shugaev tentang CATSA.
Menurut dia, Amerika Serikat ingin menyingkirkan Rusia dari pasar persenjataan dunia dan menciptakan keadaan di mana Rusia tidak dapat menanggung maupun meraih pasar-pasar yang baru.
“Tekanan kepada mitra-mitra kami dari negara manapun, terjadi dengan cara yang tidak terhormat. Tekanan terjadi setiap hari dan ini bukan rahasia lagi,” katanya.
Penjualan S-400 dari Rusia kepada Turki, kata Shugaev, merupakan contoh yang paling jelas bagaimana Amerika memberi tekanan. Hal yang sama dirasakan dalam pengadaan S-400 kepada India dan Su-35 ke China.
Meskipun demikian, ia melanjutkan, Rusia tetap ada bersama mereka dan tidak akan meninggalkan negara-negara mitranya ini.