Meskipun tidak ada hubungan diplomatik antara Tel Aviv dan Abu Dhabi, Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab (UEA) Anwar Gargash mengatakan awal tahun ini bahwa ia tidak mengesampingkan “perubahan strategis” dalam hubungan antara negara-negara Arab dan Israel.
Pengusaha Israel Matanya “Mati” Kochavi diduga membantu memasok pesawat pengintai ke Uni Emirat Arab (UEA), yang memungkinkan negara tersebut memata-matai Iran.
Hal itu terungkap dalam dokumen yang diperoleh oleh surat kabar Israel Haaretz. Dalam laporannya yang dikutip Spuntik Sabtu 24 Agustus 2019, media tersebut menyebutkan, pasokan pesawat ini diduga adalah bagian dari “mega deal rahasia” yang telah berlangsung satu dekade bernilai jutaan dolar.
Dokumen tersebut sebagian berasal dari kebocoran “Paradise Papers” 2017 oleh nternational Consortium of Investigative Journalists (ICIJ). Kochavi menolak mengomentari laporan itu.
Dokumen-dokumen itu menuduh bahwa kesepakatan itu mencakup total pembayaran sekitar sekitar US$ 846 juta dan sebagian besar dari jumlah itu dibayarkan secara tunai oleh para pemimpin Emirat.
Haaretz mengutip dokumen menambahkan Kochavi yang berusia 56 tahun diduga merupakan salah satu orang kunci di balik kesepakatan itu, dengan menggunakan perusahaan bisnisnya yang paling terkenal, perusahaan Swiss AGT International.
AGT membeli dua jet eksekutif dari perusahaan Kanada Bombardier, dan bertanggung jawab untuk menyediakan sejumlah besar sistem pengumpulan intelijen yang dipasang di dalamnya.
Salah satu pesawat baru-baru ini terdeteksi melakukan penerbangan uji coba di atas Teluk setelah lepas landas dari Pangkalan Udara Al Dhafra di Abu Dhabi. Pesawat kedua akan dikirim ke UEA dari Inggris, dalam waktu dekat, menurut dokumen tersebut.
Mengacu pada dokumen, Haaretz mencatat bahwa pesawat akan dapat mencegat komunikasi dan untuk mengidentifikasi, menemukan dan memetakan sistem elektronik Iran secara real time – termasuk radar dan sistem pertahanan udara yang melindungi instalasi nuklirnya memungkinkan UEA untuk secara signifikan meningkatkan kemampuan intelijennya.
Kebocoran itu terjadi setelah Menteri Luar Negeri UEA Anwar Gargash menyatakan awal tahun ini bahwa keputusan negara-negara Arab untuk menghindari kontak dengan Israel, yang dibuat beberapa dekade lalu, terbukti merupakan kesalahan.
Dia menyarankan bahwa perubahan strategis dalam hubungan antara negara-negara Arab dan Israel dapat terjadi dalam beberapa tahun ke depan, dengan kontak diharapkan meningkat dari waktu ke waktu.
Israel dan mayoritas negara-negara Arab di Timur Tengah tidak memiliki hubungan diplomatik formal karena sebagian besar negara-negara Arab mendukung upaya Palestina untuk mendapatkan pengakuan internasional yang komprehensif berdasarkan wilayah Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza dalam garis batas yang ada sebelum Perang Enam Hari 1967.
Israel dan Iran tidak mempertahankan hubungan diplomatik sejak Revolusi Islam 1979, dan dalam beberapa dekade terakhir ketegangan bilateral meningkat tajam.