Korea Utara dilaporkan melakukan serangkaian pemboman menggunakan pesawat yang menargetkan mock up jet tempur F-15K Slam Eagle Korea Selatan sebagai sasaran. Yang menarik serangan terhadap gambaran salah satu jet tempur tercanggih di dunia ini menggunakan pesawat biplane An-2 yang mirip digunakan pada era Perang Dunia I.
Chosun Ilbo yang berbasis di Seoul sebagaimana dikutip Business Insider melaporkan simulasi serangan pada dilakukan di luar Bandara Militer Sondok Korea Utara, Angkatan Udara dan Anti-Udara Angkatan Darat Rakyat Korea menyiapkan berbagai bentuk target termasuk F-15 Korea selatan.

Dengan dua militer dipisahkan oleh hanya beberapa mil dari zona demiliterisasi, jika perang di Semenanjung Korea kembali pecah penembakan dapat dimulai hanya dalam beberapa saat. Masuk akal bahwa angkatan udara akan melatih untuk mengebom pesawat saat masih di darat, terutama jika mereka adalah jet tempur superioritas udara berbahaya yang mahal seperti F-15 Slam Eagles.
Namun, yang menarik adalah pesawat apa yang digunakan oleh Korea Utara untuk menjalankan pengeboman ini ini bukan MiG-29, jet tempur paling canggih di gudang mereka meski juga sudah tua. Yang dipilih justru pesawat tua yakni An-2.
Perancang pesawat Soviet Oleg Antonov merancang An-2 pada tahun 1947 yang berfungsi sebagai pesawat pengangkut dan pengintai Kementerian Kehutanan Soviet. Sering digambarkan sebagai “traktor bersayap,” biplan yang digerakkan mesin prop sudah usang ketika dibangun, tetapi desainnya yang kuat dan kinerja yang dapat diandalkan telah membuatnya tetap dalam dinas sipil sejak saat itu.

Korea Utara telah menemukan aplikasi militer baru untuk peninggalan ini yang ironisnya bekerja lebih baik karena sifatnya yang usang. Pesawat bisa melakukan infiltrasi pertahanan udara karena kemampuannya terbang sangat rendah.
“An-2 mampu membawa roket atau bom udara ke permukaan untuk melakukan misi pemboman,” kata seorang perwira intelijen Korea Selatan yang tidak disebutkan namanya kepada Chosun Ilbo. “Akan sangat mengancam jika ia menghindari deteksi radar dan menjatuhkan bom di pangkalan udara kami sambil mengirim beberapa lusin pasukan komando parasut ke tanah.”
Pada tahun 2017, ketika tampaknya hubungan di semenanjung sedang menuju ke arah konflik, Tentara Korea Utara melakukan peragaan kekuatan yang luar biasa di dekat DMZ yang mencakup serangan udara penerjun payung oleh puluhan An-2.
Karena pesawat sangat lambat, pesawat ini memiliki penampang radar yang rendah, dan program penyaringan pada radar doppler pulsa modern sering menyaring pesawat seperti An-2 sebagai puing-puing atau kebisingan sinyal.
Itu berarti bahwa melihat mereka akan sangat sulit, apalagi menargetkan dengan persenjataan anti-udara untuk menembak jatuh mereka terlebih ketika pesawat terbang tepat di atas puncak pohon dan melalui lembah dalam perjalanan jauh ke wilayah Korea Selatan.
Sistem anti-udara bahkan mungkin tidak dapat menembak mereka jika mereka dapat melihatnya. Namun ketika pada awal 1941 di mana biplan juga sudah sangat usang saat itu, Angkatan Laut Kerajaan Inggris mengirim pesawat-pesawat Fairey Swordfish yang menggunakan torpedo untuk melawan kapal perang Bismarck Jerman dalam Pertempuran Selat Denmark, sistem kendali tembakan kapal canggih yang diarahkan terlalu jauh di depan Biplan Inggris untuk menabrak mereka, dan pesawat Swordfish dapat menyelinap masuk dan menyerang sistem kemudi Bismarck serta melumpuhkannya.