Research Lab’s Center for Rapid Innovation USAF dan perusahaan aerospace DZYNE Technologies pada 9 Agustus 2019, menyelesaikan penerbangan dua jam pertama dari Program Robotic Pilot Unmanned Conversion yang juga dikenal sebagai “ROBOpilot.”
Program ini mengubah pesawat tua Cessna 206 Stationair menjadi pesawat tanpa awak yang mampu terbang secara otonom.
“Bayangkan bisa dengan cepat dan terjangkau mengkonversi pesawat penerbangan umum, seperti Cessna atau Piper, menjadi kendaraan udara tak berawak, setelah itu terbang misi secara mandiri, dan kemudian mengembalikannya kembali ke konfigurasi berawak aslinya,” kata Dr. Alok Das, seorang ilmuwan senior di Lab’s Center for Rapid Innovation dalam siaran pers 15 Agustus 2019. “Semua ini tercapai tanpa membuat modifikasi permanen pada pesawat.”
Lembaga ini juga mencatat dalam pernyataannya bahwa robot yang mengoperasikan pesawat mengambil perintah dari komputernya, yang menggunakan sensor seperti GPS untuk mengukur kesadaran situasional dan pengumpulan informasi.
“Sistem mengontrol throttle, mengubah sakelar yang sesuai dan membaca pengukur dasbor dengan cara yang sama seperti yang dilakukan pilot,” catat para peneliti sebagaimana dikutip Sputnik Sabtu 17 Agustus 2019.
Douglas Birkey, Direktur Institut Mitchell Institute for Aerospace Studies, mengatakan kepada Federal News Network bahwa gagasan untuk mempekerjakan kembali pesawat yang lebih tua sebagai jet tempur tak berawak telah ada sejak lama. Dia juga menjelaskan bahwa banyak dari pesawat berdebu di gudang penyimpanan Angkatan Udara Amerika justru bersertifikat tempur.
“Meskipun mereka mungkin bukan jenis pesawat yang ingin dikirim oleh layanan tersebut dengan seorang penerbang di dalamnya, mereka dapat terbukti sangat berguna ketika digunakan dengan cara tak berawak, terutama ketika bekerja sama untuk menciptakan rantai pembunuh jarak jauh yang meningkatkan kemampuan bertahan yang sangat baik pesawat berawak, ”kata Birkey.
Pesawat yang mungkin bisa dilengkapi dengan teknologi ROBOpilot termasuk F-16 model lama. Menurut Institut Mitchell, visi mereka untuk masa depan pesawat militer tak berawak akan melibatkan sistem komputer yang tidak akan bergantung pada kontrol manusia seperti drone, tetapi sebaliknya hampir sepenuhnya otonom.