Kondisi Hong Kong semakin kritis setelah aksi unjuk rasa terus terjadi di daerah semi otonom China tersebut. Menghadapi situasi ini, militer Thailand pun ikut bersiap.
Angkatan udara negara menyiapkan dua pesawat, Lockheed C-130 Hercules dan Airbus A340, jika pemerintah Thailand memerintahkan evakuasi warga negaranya yang ada di Hong Kong.
“Dua pesawat kami siapkan jika diperintahkan untuk melakukan evakuasi,” kata Juru bicara militer Pongsak Semachai Kamis 15 Agustus 2019.
Protes di Hong Kong terhadap RUU yang memungkinkan ekstradisi ke China telah memasuki minggu ke-11 dan situasi semakin tegang. Isu dan tuntutan pun berkembang dari masalah RUU menjadi masalah kebebasan. China dilaporkan telah menempatkan paramiliter dalam kekuatan besar di pinggiran Hong Kong.
Thai Airways International sebagaimana dilaporkan Bloomberg mengatakan, pihaknya menerbangkan pesawat yang lebih besar untuk membawa kembali penumpang yang terdampar di Bandara Internasional Hong Kong karena pembatalan penerbangan yang disebabkan oleh demonstrasi.
“Maskapai ini juga dapat terbang ke bandara di Makau, Shenzhen dan Guangzhou untuk mengumpulkan warga Thailand jika bandara Hong Kong tidak dapat digunakan,” kata juru bicara pemerintah Narumon Pinyosinwat dalam posting Twitter.
Pemerintah Hong Kong, Kamis, bersiap menghadapi demonstrasi massa lagi sampai akhir pekan, sementara krisis berpekan-pekan meningkat setelah protes pro-demokrasi memaksa pembatalan hampir 1.000 penerbangan pekan ini dan pemimpin dunia mendesak agar tenang.
China pada Rabu kembali menyatakan bahwa protes di Hong Kong menyamai “terorisme” dan bentrokan lain di jalan terjadi setelah kondisi yang kacau dan buruk di bandar udara dua hari lalu, ketika pemrotes membekuk dua orang yang mereka curigai sebagai simpatisan pemerintah.
Reuters melaporkan Polisi dan pemrotes saling berhadapan di jalan-jalan pusat keuangan itu pada pmalam hari. Polisi anti-huru-hara dengan cepat menembakkan gas air mata saat reaksi mereka terhadap demonstran makin keras.
Sepuluh pekan bentrokan rusuh yang meningkat antara polisi dan pemrotes telah menjerumuskan Hong Kong ke dalam krisis terburuk sejak kota itu dikembalikan dari Inggris kepada kekuasaan China pada 1997.
Protes tersebut merupakan salah satu tantangan paling besar buat Presiden China Xi Jinping sejak ia memangku jabatan pada 2012 dan tak memperlihatkan tanda mereda.
Presiden Amerika Donald Trump mengaitkan kesepakatan dagang dengan China dengan protes yang diselesaikan “secara manusiawi”, dan bahkan menyatakan ia bersedia bertemu dengan Xi untuk membahas krisis tersebut.
Departemen Luar Negeri Amerika sebelumnya menyatakan sangat prihatin mengenai laporan bahwa pasukan polisi China berkumpul di dekat perbatasan dengan Hong Kong dan mendesak pemerintah kota itu agar menghormati kebebasan berbicara.
Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian pada Rabu menyeru pemerintah Hong Kong agar melakukan pembicaraan lagi dengan pemrotes untuk menemukan penyelesaian damai, sementara Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mendesak China agar menangani protes itu dengan bijaksana.