Dua rudal tak dikenal kembali terdeteksi ditembakkan Korea Utara ke arah Laut Jepang Sabtu 10 Agustus 2019.
Joint Chiefs of Staff (JCS) Korea Selatan sebagaimana dilaporkan Kantor Berita Yonhap, kedua proyektil itu ditembakkan dari kota pantai Hamhung, yang kira-kira 30 mil sebelah utara tempat beberapa uji coba rudal sebelumnya telah ditembakkan.
Hamhung adalah rumah bagi lokasi produksi mesin roket berbahan bakar padat yang membuat roket selalu siap menembak dan dapat disimpan untuk waktu yang lama tanpa degradasi bahan bakar, dibandingkan dengan bahan bakar roket cair.
Angkatan Bersenjata Republik Korea mempertahankan postur kesiapan ketika intelijen militer melacak situasi.
“Kami mengetahui laporan peluncuran rudal dari Korea Utara, dan kami terus memantau situasi,” kata seorang pejabat senior Amerikakepada Reuters.
“Kami berkonsultasi erat dengan sekutu kami Jepang dan Korea Selatan.” Mereka mencatat bahwa setidaknya satu dari proyektil tampaknya mirip dengan rudal jarak pendek sebelumnya yang ditembakkan oleh Korea Utara.
Tes pada hari Sabtu adalah yang terbaru dari serangkaian uji coba rudal balistik jarak pendek dan roket dipandu yang dilakukan Pyongyang dalam beberapa minggu terakhir. Pengamat militer menyimpulkan sistem senjata baru yang sedang diuji oleh Pyongyang adalah KN-23, platform roket mobile yang diluncurkan tahun lalu.
Pyongyang menggambarkan senjata itu sebagai sistem roket berpeluncur berkaliber besar yang baru dikembangkan”.
Dalam pernyataan Rabu setelah uji coba rudal sebelumnya, pemimpin Korea Utara Kim Jong un mengatakan latihan itu dimaksudkan sebagai peringatan bagi Korea Selatan dan Amerika untuk menghentikan latihan militer mereka, yang Kim katakan melanggar perjanjian Juni 2018 antara dia dan Presiden Amerika Donald Trump menghentikan latihan seperti itu.
Korea telah terpecah menjadi dua negara sejak Perang Dunia II, dengan Korea Utara yang didukung sosialis dan Selatan yang didukung kapitalis. Mereka berperang dalam perang saudara yang melibatkan kekuatan dunia seperti Amerika, Uni Soviet, dan Cina. Pertempuran berakhir dengan gencatan senjata pada tahun 1953, tetapi tidak ada perjanjian perdamaian permanen yang pernah ditandatangani
Amerika memiliki 28.000 tentara yang ditempatkan di Korea Selatan, yang Pyongyang minta dihapuskan bersamaan dengan penghentian kerja sama militer antara Seoul dan Washington dan penandatanganan perjanjian perdamaian permanen. Sementara Korea Selatan dan Amerika menuntut Pyongyang menghancurkan senjata nuklirnya dan program rudal balistiknya, menempatkan sanksi ekonomi yang mencekik negara itu dalam upaya memaksanya untuk patuh.