Kekurangan Pesawat, Pilot Tempur Jerman Tak Mampu Penuhi Syarat Minimal Terbang
Eurofighter Typhoon Jerman / Luftwaffe

Kekurangan Pesawat, Pilot Tempur Jerman Tak Mampu Penuhi Syarat Minimal Terbang

Angkatan udara Jerman dilaporkan gagal memenuhi target minmal terbang bagi pilot mereka pada 2018 sesuai persyaratan NATO. Faktor utamanya adalah kurangnya pesawat.

Pakta pertahanan Atlantik Utara menetapkan syarat minimal pilot angkatan udara anggotanya adalah 180 jam.

Dalam tanggapan tertulis kepada parlemen, pemerintah mengungkapkan bahwa hanya 512 dari 875 pilot Luftwaffe yang dapat menerima praktik terbang yang diperlukan. Alasan yang diberikan adalah kekurangan pesawat yang tersedia karena masalah pemeliharaan.

“Luftwaffe berada pada titik rendah,” kata Letjen Ingo Gerhartz, Kepala Staf Angkatan Udara Jerman  sebagaimana dilaporkan Telegraph Selasa 6 Agustus 2019.

“Pesawat digrounded karena kurangnya suku cadang,” tambah Gerhartz. “Atau mereka bahkan tidak berada di lokasi karena mereka tidak aktif untuk pemeliharaan.”

Mengutip data Februari 2019 lalu Telegraph melaporkan rata-rata hanya 39 dari 128 jet Eurofighter Typhoon dan 26 dari 93 pesawat tempur Tornado Jerman tersedia untuk pertempuran atau pelatihan pada tahun lalu.

Masalah ini menambah sejumlah kekhawatiran atas ketidakmampuan Jerman memenuhi target pengeluaran NATO, meskipun ada janji dari Angela Merkel dan calon penggantinya Annegret Kramp-Karrenbauer untuk bergerak menuju 2% dari PDB sesuai aturan

Koalisi Kristen Demokrat-Sosial Demokrat yang telah berkuasa sejak 2017 baru-baru ini menetapkan anggaran pertahanan jangka menengahnya hanya 1,24% dari PDB untuk 2023, dengan pengeluaran militer diperkirakan akan turun lebih jauh dari tingkat saat ini 1,3% dari PDB.

Presiden Amerika Donald Trump telah berulang kali mengkritik kekuatan Eropa karena gagal memenuhi target pengeluaran pertahanan NATO. Saat ini hanya tujuh dari 20 anggota NATO yang mencapai 2% dari target PDB.

Amerika menghabiskan sekitar US$ 650 miliar untuk pertahanan pada 2018 menjadi satu-satunya negara NATO yang menghabiskan lebih dari 3% dari PDB untuk militernya.