Selat Hormuz, Jantung Ketegangan Barat-Iran
Kapal tanker melewati Selat Hormuz

Selat Hormuz, Jantung Ketegangan Barat-Iran

Ketegangan antara Barat dan Iran telah menggelembung ke ketinggian bersejarah dalam beberapa pekan terakhir. Kedua belah pihak tampaknya saling mendorong ke dalam perang dan Teheran tampaknya mengisolasi diri dari Barat.

Serangkaian bentrokan maritim telah terjadi dalam sebulan terakhir saja:

  • Presiden Donald Trump pada Kamis 19 Juli 2019 mengatakan kapal perang Amerika USS Boxer – menembak jatuh sebuah pesawat tanpa awak Iran yang terlalu dekat dengannya.(Iran telah membantahnya.
  • Sebelumnya pada hari itu, Pasukan Pengawal Revolusi paramiliter Iran mengatakan pihaknya menangkap “kapal asing” di perairan selatan Iran pada hari Minggu. Gambar kapal yang disita tampaknya adalah MT Riah, kapal yang berbasis di UEA yang hilang sekitar waktu yang sama.
  • Kurang dari 24 jam kemudian, Iran menyita dua kapal tanker Inggris yang berlayar di perairan internasional dekat Iran. Satu, Mesdar, dengan cepat dibebaskan, tetapi yang lainnya, Stena Impero, tetap dalam tahanan Iran.
  • Pekan lalu, pemerintah Inggris menuduh korps Garda Revolusi Iran berusaha  untuk merebut sebuah kapal tanker Inggris di Teluk Persia.
  • Bulan lalu, dua kapal tanker minyak – milik Norwegia dan Jepang – yang bepergian di Teluk Oman juga diserang, dan Amerika menuduh Iran terlibat.
  • Tepat seminggu setelah itu, Iran menembak jatuh sebuah pesawat tak berawak Amerika yang terbang di dekat daerah yang sama.

Kesamaan semua insiden ini adalah kedekatannya dengan Selat Hormuz, perairan sempit yang menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman, yang masuk ke Laut Arab dan bagian dunia lainnya.

Mengapa Selat Hormuz Penting?

Meskipun kecil dengan titik tersempitnya hanya 33 km, selat itu  adalah chokepoint penting secara geopolitik dan finansial.

Selat ini menjadi jalur pelayaran tersibuk di dunia, terutama karena ada alternatif terbatas untuk melewati selat. Sebagian besar minyak yang melewati selat itu berasal dari Arab Saudi. Mengutip data Energy Information Administration (EIA) Amerika  tahun 2018 sekitar 21 juta barel minyak mentah dan minyak sulingan melewati selat setiap hari.

Angka ini sekitar sepertiga dari minyak yang diperdagangkan di dunia atau senilai US$ 1,17 miliar  atau sekitar Rp 16 triliun dengan harga minyak saat ini.

Peta yang menunjukkan arus kapal di Selat Hormuz 5 Juli 2019 /Business Insider

Seberapa Pentingkah Selat Hormuz untuk Amerika?

Tak lama setelah serangan pesawat tak berawak, Presiden Donald Trump mempertanyakan kehadiran Amerika di wilayah tersebut, dan meminta China, Jepang, dan negara-negara lain untuk melindungi kapal mereka sendiri yang melewati Selat Hormuz.

Trump mencatat bahwa sebagian besar aliran minyak China dan Jepang melewati selat tersebut “Jadi mengapa kita melindungi jalur pelayaran untuk negara lain (bertahun-tahun) dengan kompensasi nol,” katanya.

“Kita bahkan tidak perlu berada di sana karena Amerika baru saja (sejauh ini) menjadi produsen energi terbesar di dunia!” kata presiden melalui Tweet-nya.

Business Insider mengutip EIA melaporkan meski sebagian besar – 76% – dari minyak yang mengalir melalui chokepoint berakhir di negara-negara Asia,  Amerika sebenarnya masih mengimpor lebih dari 30 juta barel minyak per bulan dari negara-negara di Timur Tengah. Jumlah itu senilai sekitar US$ 1,7 miliar, dan 10% dari total impor minyak Amerika per bulan.

Bagaimana Pengaruh Ketegangan-Amerika Iran?

Ketegangan yang sedang berlangsung antara Iran dan Barat dapat mengakibatkan Teheran menutup pengiriman minyak internasional di selat itu, karena Presiden Hassan Rouhani mengancam pada akhir Juni.

“Kami selalu menjamin keamanan selat ini,” kata Rouhani, menurut Deutsche Welle. “Jangan bermain-main dengan ekor singa; Anda akan menyesalinya selamanya. ”

Iran telah berulang kali mengancam akan menutup selat itu di masa lalu. Jika ancaman itu direalisasikan kemungkinan akan menyebabkan gangguan besar pada perdagangan minyak global. Karena selat itu sangat sempit, segala jenis gangguan dalam lalu lintas kapal tanker dapat menurunkan pasokan minyak dunia, dan membuat harga melonjak.

Harga minyak global telah terbukti rentan terhadap ketegangan antara Iran dan Barat sebelumnya. Setelah pemerintahan Trump pada bulan April mengatakan bahwa mereka akan berhenti memberikan keringanan sanksi kepada negara-negara yang membeli minyak Iran, harga naik ke level tertinggi sejak November

Dan karena Amerika akan dipengaruhi oleh harga minyak global, terlepas dari asal-usul minyak, Washington masih  akan memiliki kepentingan dalam melindungi Selat Hormuz.

Kenneth Vincent, seorang ekonom di Departemen Energi, mengatakan pada konferensi 2017, yang dikutip oleh The Atlantic: “Asal usul molekul apa pun yang dikonsumsi di Amerika Serikat tidak masalah.”

“Yang penting adalah bahwa jika ada perang penembakan di suatu tempat di Timur Tengah, molekul-molekul itu akan lebih mahal dan itu akan membahayakan ekonomi Amerika,” katanya.

Reuters mengutip sumber melaporkan Amerika  baru-baru ini berusaha mendapatkan dukungan sekutu untuk membantunya meningkatkan pengawasan jalur pelayaran di selat untuk menghentikan Iran menyerang kapal komersial. Tetapi sekutu enggan untuk menempatkan persenjataan baru atau pasukan ke wilayah tersebut.

Seberapa Besar Kemungkinan Iran Menutup Selat?

Iran lebih cenderung mengganggu lalu lintas di Selat Hormuz daripada terlibat dalam perang konvensional habis-habisan dengan Amerika yang secara militer jauh lebih kuat.

Tetapi melakukan hal itu akan mengakibatkan biaya tinggi ke Iran. Peneliti keamanan Caitlin Talmadge mengemukakan dalam studi MIT 2009 untuk menutup seluruh selat, Iran harus menempatkan setidaknya 1.000 ranjau dengan kapal selam dan kapal permukaan di sepanjang chokepoint. Upaya semacam itu bisa memakan waktu berminggu-minggu, tambah penelitian itu.

Mengganggu lalu lintas minyak di selat juga akan menyebabkan importir minyak di seluruh dunia mencari sumber-sumber mereka di luar Timur Tengah, dan semakin mengurangi ketergantungan pada kawasan itu.

Industri minyak Iran sudah menderita setelah Amerika memberlakukan sanksi yang dirancang untuk menghentikan negara-negara dari mengimpor minyak Iran awal tahun ini.

Michael Knights, seorang ahli Timur Tengah di lembaga think tank Washington Institute mengatakan kepada The Atlantic pada bulan Mei: “Mereka akan memotong tenggorokan mereka sendiri jika mereka menutup selat.”