Pemerintah Trump akan mengerahkan bantuan dan peralatan militer senilai US$250 juta atau sekitar Rp3,6 triliun untuk angkatan bersenjata Ukraina ketika berusaha untuk mencegah agresi Rusia di tengah lonjakan tindakan bermusuhan baru-baru ini. Beberapa senjata di antaranya mematikan.
Departemen Pertahanan Amerika mengkonfirmasi peralatan baru yang akan disediakan Amerika mencakup senapan sniper untuk pasukan operasi khusus Ukraina, peluncur granat, radar kontra-artileri, dan peralatan untuk mendeteksi dan melindungi dari perang elektronik.
Pemerintahan Obama dan awalnya Presiden Donald Trump menolak keras untuk mengirim senjata mematikan ke Ukraina karena takut memprovokasi Moskow. Meskipun ada tekanan dari Kongres. Trump akhirnya mengizinkan pengiriman rudal anti-tank Javelin pada tahun 2017.
Amerika juga akan meningkatkan dukungannya kepada pasukan angkatan laut dan maritim Ukraina, menyusul krisis tahun lalu di Selat Kerch yang mengakibatkan Rusia menangkap 24 pelaut Ukraina.
Sebagaimana dilaporkan US News 18 Juni 2019, bantuan baru, yang disahkan oleh Kongres dan telah mendorong total dukungan Amerika ke Ukraina menjadi US$ 1,5 miliar sejak dimulai pada tahun 2014, ketika Rusia mengambil semenanjung Krimea dan memulai dukungan berkelanjutannya untuk milisi separatis di wilayah timur Ukraina , dikenal sebagai Donbas. Tentara Ukraina terus berguguran selama pertempuran dan tembakan sniper dan artileri dalam konflik yang membara.
Pengiriman bantuan yang diumumkan Selasa 18 Juni 2019 juga merupakan kemenangan besar bagi mereka yang khawatir Trump akan mundur mendukung sekutu Amerika yang menghadapi Rusia.
Pada awal pemerintahan tidak jelas apakah ia akan terus mendukung inisiatif yang dimulai Obama pada tahun 2014 yang dikenal sebagai European Reassurance Initiative, atau European Deterrence Initiative, yang termasuk memberikan bantuan dan pelatihan non-mematikan ke Ukraina, dan mengerahkan pasukan NATO ke negara-negara lain di sepanjang perbatasan Rusia, termasuk negara-negara Baltik dan Polandia.