Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif memperingatkan tentang impor senjata luar biasa dari beberapa negara Timur Tengah dan menyebut Uni Emirat Arab sebagai negara yang ingin menjadi “Israel kedua”.
“Tiga negara di wilayah ini percaya mereka dapat menjaga keamanan mereka melalui hubungan dengan Amerika Serikat,” kata Zarif seperti dikutip Sputnik dari Press TV Rabu 12 Juni 2019.
Namun, tambahnya, mereka tidak dapat mengimpor keamanan dari Amerika Serikat karena senjata ini diduga akan digunakan untuk mencapai tujuan Israel.
“Uni Emirat Arab menghabiskan miliaran dolar untuk persenjataan dan ingin menjadi Israel kedua di kawasan itu,” katanya.
Menurut penelitian lain oleh Research and Markets, pengeluaran pertahanan tahunan UEA rata-rata US$ 23,4 miliar antara 2013 dan 2017, dan diperkirakan akan tumbuh hampir 150 persen pada tahun 2023, sebagian besar karena keterlibatan militer Emirate di Yaman.
Timur Tengah Korban Terbesar
Dalam wawancara itu, Zarif juga mengatakan bahwa “semuanya mungkin” dengan latar belakang ketegangan di Timur Tengah, di mana Amerika telah menumpuk militernya dengan mengutip dugaan ancaman dari Iran.
“Tidak ada perbedaan antara perang militer dan ekonomi,” kata menteri. “Dalam keadaan tegang, semuanya mungkin dan wilayah ini adalah korban terbesar.”
Pemerintahan Trump busaha menundukkan Iran dengan melumpuhkan ekonomi dengan sanksi yang menargetkan sektor bisnisnya dan ekspor energi yang krusial. Pekan lalu, Washington memperkenalkan sanksi baru terhadap kelompok petrokimia terbesar Iran atas dukungannya terhadap Korps Pengawal Revolusi Islam, pasukan elite Iran yang ditunjuk sebagai kelompok teror oleh Amerika.
Trump mengatakan Iran telah gagal mematuhi kesepakatan nuklir dan menuntut agar semua negara dan perusahaan berhenti mengimpor minyak Iran atau menghadapi risiko akibat sanksi sekunder.
Iran enggan menyerah pada tekanan Amerika sejauh ini, dan bulan lalu menangguhkan sebagian komitmennya berdasarkan kesepakatan.