MiG-29 Fulcrum, Nasib Suram Ikon Perang Dingin
MiG-29 Fulcrum

MiG-29 Fulcrum, Nasib Suram Ikon Perang Dingin

Dalam beberapa tahun terakhir MiG telah jatuh dalam situasi sulit. Meskipun MiG saat ini masih terbang di hampir 30 angkatan udara di dunia, namun perusahaan belum memenangkan kompetisi desain besar atau menjual pesawat baru sejak pasca-Soviet.

Rusia merupaka eksportir senjata terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, dan perusahaan pesawat secara substansial menyumbang US$4,4 miliar dari total ekspor negara pada 2014 sebesar US$ 13 miliar, menurut data yang dikumpulkan oleh konsultan industri pertahanan IHS.

Meskipun MiG mampu mengamankan sepotong ekspor tetapi kinerja mereka di pasar sejak jatuhnya Uni Soviet telah jeblok dan dengan cepat dilampaui produsen pesawat tempur Rusia lainnya, Sukhoi. Dalam hal penjualan asing Sukhoi telah mendominasi dengan mengekspor 67 pesawat lebih banyak dengan uang yang lebih banyak pula sebesar US$7 miliar sejak 1991 dibandingkan MiG.

Dalam pertempuran untuk berebut pangsa pasar dengan Sukhoi, MiG telah diganggu oleh kegagalan untuk memenangkan kontrak besar, dikelilingi oleh lingkup terbatas dari penawaran utama, dan ditekan oleh sejumlah kemunduran reputasi. “Tidak ada banyak harapan untuk MiG,” kata Mark Bobbi, seorang ahli jet tempur di IHS Jane.

“MiG memang memiliki banyak bisnis pemeliharaan dan upgrade, tetapi pada suatu saat semua akan hilang mengganti MiG-29 mereka dengan pesawat lain,” katanya.

Era Perang Dingin hanya satu yang bisa menyaingi reputasi Pesawat MiG. Dan itu bukan pesawat. Karena yang bisa disejajarkan dengan pesawat MiG kala itu hanyalah senapan Kalashnikov.

“Ini sebuah fakta bahwa selama era Soviet, pesawat tempur utama tentu saja MiG,” kata , Ruslan Pukhov, Direktur Pusat Analisis Strategi dan Teknologi (CAST) yang berbasis di Moskow.

Pukhov, mencontohkan film Hollywood “Top Gun” yang menunjukkan MiG memiliki kenangan tinggi di komunitas penerbangan Barat.

Perusahaan ini dinamai dengan desainer pesawat Soviet Artyom Mikoyan dan Mikhail Gurevich, yang merancang pesawat pertama mereka, MiG-1, pada tahun 1939. Pesawat yang paling populer adalah MiG-29, yang menyerupai F-15 AS. MiG-29 dalam pelayanan dengan hampir 30 angkatan udara, dengan biaya per unit sekitar US$ 30 juta per pesawat.

Dikalahkan Sukhoi

Tapi nasib biro desain berubah menjadi buruk dengan jatuhnya Uni Soviet pada tahun 1991. Tingkat belanja pertahanan Uni Soviet yang besar memungkinkan MiG dan Sukhoi, pesaing utamanya, bisa hidup berdampingan dan berkembang dalam ekosistem yang sama. Meskipun produk mereka berbeda dalam beberapa hal penting, seperti ukuran, peran tempur dan beban persenjataan, dan ada beberapa tumpang tindih.

Menurut Bobbi, MiG dan pesawat Sukhoi di bawah sistem ini “dirancang sebagai pesawat ‘sekali pakai’,” dirancang untuk beroperasi selama 10 tahun dengan sedikit atau tanpa perawatan sebelum mereka dipensiunkan dan diganti dengan semua pesawat baru.

Tapi sejarah berubah sehingga pengembangan desain dan produksi pesawat baru tidak jalan setelah runtuhnya Soviet. Departemen Pertahanan Rusia tidak mampu untuk melanjutkan konsep pengadaan pesawat sekali pakai yang  sangat boros itu. Akhirnya seperti kebanyakan dari industri pertahanan Rusia, MiG dan Sukhoi juga berpaling ke pasar ekspor asing untuk tetap bertahan.

Pada situasi ini MiG akhirnya kedodoran melawan Sukhoi. Sukhoi mendapatkan kontrak besar yang diperlukan untuk tetap hidup. Menurut data IHS, sejak tahun 1991 Sukhoi telah mengeskpor 252 jet tempur dan mencetak uang US$15,4 miliar dalam penjualan. Sementara MiG hanya telah mengekspor 185 pesawat dan menghasilkan US$ 8,6 miliar pada tahun yang sama.

Kalah di Mana-Mana

MiG harus bisa meningkatkan penjualan dengan memenangkan kontrak besar. Tetapi sejauh ini penjualan terbatas hanya pada pesawat MiG-29, yang dibangun sebagian besar untuk angkatan laut Rusia dan India.

Pada bulan April 2002, MiG kehilangan tender untuk pengembangan jet tempur siluman generasi kelima yang digelar Departemen Pertahanan Rusia. Tender akhirnya dimenangkan Sukhoi. MiG terus bekerja pada pesawat tempur generasi kelima, yang akan lebih ringan dari Sukhoi, tetapi Kementerian Pertahanan Rusia maupun pelanggan asing tidak menunjukkan banyak minat dalam proyek tersebut.

MiG mencoba menembak pesanan besar pada tahun 2007 dengan mengenalkan pesawat ringan baru MiG-35pada pameran AeroIndia. Pesawat ini pengembangan dari MiG-29. Bahkan secara badan sama persis

Perusahaan berharap untuk memenangkan besar kontrak di India senilai US$ 13 miliar untuk pengadaan 126 pesawat dengan MiG-35. Tetapi pada tahun 2012 India memutuskan untuk memilih Rafale Prancis  meninggalkan MiG-35 tanpa pelanggan dan bahkan terjebak lama di atas kertas dan dalam pembangunan.

Dihantam Reputasi Buruk

MiG juga dibebani dengan beberapa insiden memalukan dan pukulan lain yang memukul reputasinya. Pada tahun 2008 Aljazair merobek kontrak pembelian 15 MiG-29 yang telah disampaikan pada tahun 2006 dan 2007 karena kualitas rendah dan menuntut Rusia memberi mereka 14 sampai 16 Sukhoi Su-30 sebagai pengganti. Pembatalan kontrak senilai US$1,28 miliar untuk total 34 MiG, adalah pertama kalinya dialami Rusia karena kekhawatiran kualitas.

Terlepas dari nasib MiG-35, analis mengatakan bahwa MiG dapat terus mendorong untuk penjualan tambahan MiG-29 dan kontrak pemeliharaan untuk pesawat MiG dalam pelayanan di seluruh dunia.