Kementerian Luar Negeri Arab Saudi menyatakan bahwa mereka tidak ingin ada perang di kawasan itu, tetapi tetap siap untuk menanggapi dengan “kekuatan dan tekad penuh” jika memang konflik bersenjata harus terjadi.
“Arab Saudi tidak menginginkan perang di kawasan itu, tidak mencarinya dan akan melakukan segala daya untuk mencegah perang ini. Pada saat yang sama, jika pihak lain memilih perang, kerajaan akan merespons dengan kekuatan dan tekad penuh dan akan membela diri dan kepentingannya, ” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Arab Saudi Al Jubeir di Twitter Minggu 10 Mei 2019.
Pernyataan itu muncul ketika ketegangan di wilayah itu meluas selama seminggu. Pada 12 Mei, dua kapal tanker minyak dari Arab Saudi dan dua kapal lainnya menjadi sasaran serangan misterius di zona ekonomi eksklusif Uni Emirat Arab.
Meskipun tidak ada yang mengklaim bertanggung jawab atas sabotase, Amerika Serikat memperkirakan Iran mungkin berada di balik serangan itu.
Pada hari Selasa, pemberontak Yaman Houthi melakukan serangan drone pada fasilitas minyak Saudi, menyebabkan kebakaran dan kerusakan kecil. Houthi menyebutnya sebagai operasi militer terbesar yang dilakukan oleh pemberontak terhadap Arab
Saudi sejak awal terlibat dalam konflik Houthi dengan pemerintah Yaman. Kerajaan itu telah bersumpah untuk membalas terhadap serangan Houthi, yang, menurutnya, didukung oleh Iran. Teheran, bagaimanapun, telah berulang kali membantah memiliki peran dalam konflik Yaman.
Sebelumnya, Raja Saudi mendesak para pemimpin Dewan Kerjasama Teluk dan Liga Arab untuk berkumpul di pertemuan puncak luar biasa di kota Mekah pada 30 Mei setelah serangan terhadap fasilitas minyak negara itu dan sabotase terhadap kapal tanker.
Baca juga:
Mampukah Arab Saudi Berperang di Dua Medan Secara Bersamaan?