Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) fokus pada pengembangan roket hingga pesawat tanpa awak atau drone dalam program prioritas nasional lima tahun ke depan.
“Program prioritas nasional ke depan, pertama terkait dengan roket itu dikembangkan untuk meningkatkan jangkauannya, kemudian terkait dengan pesawat ini diarahkan untuk pesawat amfibi kemudian juga pesawat tanpa awak untuk ketinggian menengah dan untuk ‘medium-altitude long-endurance’ untuk yang mempunyai daya tahan lama, ini bekerja sama dengan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dengan Kemhan (Kementerian Pertahanan),” kata Kepala Lapan Thomas Djamaluddin kepada wartawan di sela-sela Sarasehan 50 Tahun Planetarium dan Observatorium Jakarta di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu 27 April 2019.
Program prioritas selanjutnya adalah pengembangan satelit yang diarahkan untuk membangun satelit komunikasi orbit terendah.
Dia mengatakan hal yang juga menjadi fokus ke depan adalah pengembangan observatorium nasional. Observatorium nasional di Kupang, Nusa Tenggara Timur ditargetkan mulai beroperasi pada 2020.
Sebelumnya, Lapan mengatakan pesawat perintis N219 Amfibi yang akan dikembangkan pada 2019 diperkirakan mulai uji coba terbang pada 2022.
“Begitu selesai pengembangan ‘float’ dan peningkatan basik pesawat, maka pada 2022 mulai ‘flight test’ (uji coba penerbangan),” kata Kepala Pusat Teknologi Penerbangan Lapan Gunawan Setyo Prabowo.
Ia mengatakan setelah sertifikasi penerbangan untuk pesawat N219 pada 2019, maka pengembangan pada pesawat N219 Amfibi akan dimulai.
Pada dua tahun pertama, yakni 2019-2020, akan dilakukan pengembangan “float” yang berguna untuk menganti roda agar pesawat dapat mengapung di atas permukaan air.
Pengembangan N219
Terkait pengembangan pesawat N129 Lapan mengatakan hal itu makin mendorong industri dalam negeri untuk memasok komponen-komponen pembuatan pesawat.
“Pesawat N219 ditargetkan tahun ini selesai sertifikasinya, supaya tahun depan bisa masuk produksi. Sementara jam terbang yang ditargetkan sekitar 340 jam terbang, Saat ini sebagian sudah dilakukan, mudah-mudahan target itu bisa tercapai,” kata Kepala Lapan Thomas Djamaluddin Jakarta, Sabtu.
Di samping pengembangan pesawat N219, pesawat N219 Amfibi juga sudah mulai dikembangkan. Jika tidak segera dikembangkan, kebutuhan dalam negeri akan direbut oleh pihak asing yang memasok pesawat asing.
“Pesawat N219 Amfibi juga sudah dimulai karena kalau tidak segera dimulai kita bisa terlambat karena Indonesia juga membutuhkan untuk destinasi wisata tertentu untuk penerbangan yang di sana tidak ada landasan sehingga perlu pesawat amfibi kalau pihak kita belum siap maka nanti bisa masuk pesawat asing, karenanya itu (pesawat amfibi, red.) juga harus segera diselesaikan,” ujarnya.
Saat ini, pesawat N219 sedang dalam tahap sertifikasi untuk memastikan nantinya keandalan dan keberfungsian dalam operasional pesawat.
“Proses sertifikasi untuk sesuatu yang memang dalam pengembangan itu wajar aja ketika dalam pengujian-pengujian dijumpai masih ada yang harus disempurnakan,” katanya dilaporkan Antara.
Purwarupa Pertama Pesawat N219 itu memiliki kecepatan maksimum mencapai 210 knot dan minimum 59 knot sehingga dengan kecepatan rendah pun pesawat masih bisa terkontrol. Hal itu, penting terutama saat memasuki wilayah yang bertebing dan pegunungan.