Sebuah jet tempur J-15 milik Angkatan Laut China jatuh selama pelatihan di pulau Hainan Selasa 12 Maret 2019, menewaskan dua pilotnya
“Tidak ada korban di darat,” kata kementerian pertahanan dalam satu pernyataan dan menambahkan bahwa penyebab kecelakaan itu sedang diselidiki.
Militer China, yang sedang menjalani upaya modernisasi yang didanai dengan baik, telah mengalami kecelakaan lain dalam beberapa tahun terakhir.
Sebuah pesawat angkatan udara jatuh di provinsi Guizhou selama latihan pada Januari 2018, menewaskan anggota awak di pesawat, kata angkatan udara, tanpa mengungkapkan jumlahnya.
Media pemerintah melaporkan jatuhnya pesawat tempur J-15 berbasis kapal induk pada April 2018 selama pelatihan, yang mengakibatkan kematian pilot.
Pada 2015, dua pilot tewas selama sesi pelatihan ketika mesin pesawat mereka terbakar tak lama setelah lepas landas, media pemerintah melaporkan pada saat itu.
Beijing pekan lalu mengumumkan kenaikan 7,5 persen dalam pengeluaran militer menjadi 1,19 triliun yuan atau sekitar Rp2.530 triliun pada 2019, kenaikan lebih rendah dari tahun lalu karena negara itu menghadapi perlambatan ekonomi.
J-15 merupakan jet tempur berbasis kapal induk yang dikembangkan dari prototipe Su-33 yang dibeli dari Ukraina. Su-33, dikembangkan dari Su-27 Flanker yang digunakan pada kapal induk Admiral Kuznetsov Rusia.Sementara pesawat yang dibeli China dari Ukraina masih prototipe yang dikenal sebagai T-10K-3.
Pesawat J-15 memang dikabarkan bermasalah. Sejumlah media China beberapa waktu lalu melaporkan bahwa China menghadapi masalah untuk mendapatkan jet tempur yang akan beroperasi dari kapal induk mereka yang baru. Mereka memang telah memiliki J-15, tetapi pesawat ini disebut memiliki banyak masalah.
Kapal induk pertama yang dibangun China dan dikenal sebagai Type 001A sedang menjalani pengujain dan akan segera bergabung dengan Liaoning, kapal induk yang dibeli dari Ukraina.
J-15 semula diharapkan akan menjadi sayap tempur andalan kapal induk China. Namun Asia Times mencatat bahwa media China telah meremehkan pesawat tersebut karena ketidakmampuannya untuk beroperasi secara efektif dari kapal induk .
Mesin J-15 dan bobotnya yang berat sangat membatasi kemampuan pesawat tersebut untuk beroperasi secara efektif. Dengan berat kosong 17,5 ton, J-15 jauh lebih berat dibandingkan F/A-18 Angkatan Laut Amerika yang hanya berbobot 14,5 ton.
Angkatan Laut China dilaporkan sedang mencari cara untuk menggantikan J-15, yang juga mengalami masalah besar dengan sistem kontrol penerbangan dan telah mengalami sejumlah kecelakaan profil tinggi dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa sumber berspekulasi bahwa pesawat baru yang didasarkan pada JC-31 Gyrfalcon yang dibangun Shenyang Aircraft Corporation akan jadi pilihan.