Amerika kembali menerbangkan dua pesawat pembom B-52 di dekat pulau-pulau yang disengketakan di Laut China Selatan.
“Dua pembom B-52H Stratofortress lepas landas dari Pangkalan Angkatan Udara Andersen, Guam, dan berpartisipasi dalam misi pelatihan rutin, 4 Maret 2019,” kata Angkatan Udara Pasifik Amerika dalam pernyataan Selasa 5 April 2019 dan dikutip ABC News.
“Satu pembom melakukan pelatihan di sekitar Laut China Selatan sebelum kembali ke Guam, sementara yang lain melakukan pelatihan di sekitar Jepang berkoordinasi dengan Angkatan Laut Amerika dan bersama rekan-rekan angkatan udara Jepang kami sebelum kembali ke Guam,” pernyataan itu menambahkan.
Misi Continuous Bomber Presence Angkatan Udara Amerika memang berpusat di Guam, wilayah kepulauan Amerika di Mikronesia, di Pasifik Barat.
Laut China Selatan berisi banyak pulau, terumbu karang, dan beting yang saat ini dikuasai dan diduduki oleh China tetapi juga diklaim oleh beberapa negara lain, termasuk Vietnam, Taiwan, Kamboja, Brunei, dan Filipina. Selain dari jumlah besar perdagangan laut internasional yang melewati daerah itu, juga diyakini mengandung sejumlah besar cadangan minyak dan gas alam yang belum dieksplorasi.
Mirip dengan kebebasan operasi navigasi Angkatan Laut Amerika di Laut China Selatan, misi Angkatan Udara dilakukan untuk menyatakan bahwa langit di wilayah tersebut adalah wilayah udara internasional.
Kebebasan navigasi dikodifikasikan dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut di antara pasal-pasal yang mendefinisikan hak dan tanggung jawab negara terkait penggunaan laut dan sumber daya alam laut dunia. Konvensi ini telah berlaku sejak 1994 dan saat ini memiliki lebih dari 165 pihak yang berpartisipasi.
B-52 Stratofortress adalah pembom terbesar Angkatan Udara Amerika dan berfungsi sebagai bagian dari “Triad Nuklir” Amerika Serikat untuk penyebaran senjata nuklir ke depan. Dua triad lain adalah rudal balistik yang diluncurkan kapal selam dan rudal balistik antarbenua darat.
Selama Perang Dingin, Angkatan Udara secara kontinyu menerbangkan B-52 yang bersenjata nuklir dan siap untuk menyerang musuh seperti Uni Soviet atau China saat itu juga jika perang nuklir pecah.