Korea Aerospace Industries (KAI) mulai memproduksi prototip pertama jet tempur generasi baru mereka yang dikenal sebagai KF-X. Langkah ini diambil di tengah negosiasi ulang yang dilakukan Indonesia terkait program tersebut.
Pada 14 Februari 2018, perusahaan kedirgantaraan terbesar Korea Selatan mengadakan upacara untuk merayakan dimulainya produksi sekat pertama, yang merupakan bagian utama dari pesawat Korea Fighter Xperiment (KF-X).
“Sekat adalah struktur yang dirancang untuk mencegah pesawat dari cacat karena tekanan yang dihasilkan oleh penerbangan berkecepatan tinggi,” kata perusahaan kedirgantaraan tersebut Kamis 14 Februari 2019.

Perwakilan KAI sebagaimana dikutip Defense Blog mengatakan bahwa prototip pertama dari pesawat tempur multirole canggih KF-X, yang disebut pesawat tempur generasi 4.5, akan selesai pada April 2021.
Saat ini, KAI telah menyelesaikan 15 persen dari total gambar desain untuk KF-X dan akan menyelesaikan lebih dari 80 persen setelah September ketika tinjauan desain rinci selesai. KF-X melewati tinjauan persyaratan sistem dan tinjauan fungsi sistem pada 2016. Pengembangan sistem untuk pesawat dimulai pada Desember 2015.
Program KF-X bertujuan untuk memproduksi sekitar 120 jet tempur canggih untuk menggantikan pesawat tempur F-4 dan F-5 Angkatan Udara Kora Selatan.
Proyek KF-X saat ini melibatkan total 112 lembaga – 16 universitas domestik, 11 lembaga penelitian dan 85 perusahaan. Ketika pengembangan prototip berjalan lancar, 35 lembaga tambahan akan bergabung dengan proyek.
Indonesia merupakan negara yang ikut mengembangkan program tersebut, tetapi beberapa waktu lalu Jakarta mengajukan sejumlah persyaratan baru.
Sebuah delegasi yang terdiri dari para pejabat dari KAI tiba di Jakarta untuk menegosiasikan ulang partisipasi Indonesia dalam sebuah program tersebut.
Menurut informasi dan dokumen yang diberikan sebuah sumber Komisi I DPR RI kepada Jane disebutkan Indonesia berharap mendapat perpanjangan kewajiban pembayarannya di bawah program hingga tahun 2031.
Indonesia juga mengusulkan pembayaran program dengan sistem imbal dagang bukan uang tunai. Cara yang mirip dengan akuisisi pesawat tempur Su-35 dari Rusia.
Selain itu, Jakarta meminta hak kekayaan intelektual yang lebih besar atas teknologi yang dikembangkan dalam program ini dengan tujuan untuk mengkomersialkannya di masa depan.
Berdasarkan perjanjian keuangan awal KF-X / IFX yang ditandatangani antara kedua negara pada tahun 2015, Indonesia berkewajiban untuk membayar 20% dari total biaya pengembangan program, yang diperkirakan sekitar US$8 miliar atau sekitar Rp112 triliun. Indonesia juga sempat menunggak iuran Rp3 triliun yang seharusnya sudah disetorkan untuk program tersebut.