Amerika Serikat mengembangkan dan membangun puluhan ribu senjata nuklir selama Perang Dingin. Sebuah laporan baru oleh General Accounting Office (GAO) memperkirakan total biaya pembersihan kontaminasi radioaktif yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut telah mencapai US$377 miliar atau sekitar Rp5.300 triliun, jumlah ini melonjak lebih dari US$ 100 miliar atau sekitar Rp1.400 triliun hanya dalam satu tahun.
Pembersihan limbah nuklir ini dilakukan oleh Departemen Energi Amerika karena besar portofolio departemen ini selama beberapa dekade terakhir adalah penanganan penelitian, pengembangan, dan produksi senjata nuklir.
Pada tahun 1967 di puncak perlombaan senjata nuklir era Perang Dingin, cadangan nuklir Amerika berjumlah 31.255 senjata dari semua jenis. Saat ini, jumlahnya hanya 6.550. Meskipun Amerika telah menonaktifkan dan menghancurkan 25.000 senjata nuklir, masih banyak yang belum diatasi.
Popular Mechanics mengutip GAO melaporkan 5 Februari 2019 senjata nuklir dikembangkan dan diproduksi di lebih dari seratus lokasi selama Perang Dingin. Pembersihan dimulai pada tahun 1989, dan Kantor Manajemen Lingkungan Departemen Energi telah menyelesaikan pembersihan di 91 dari 107 situs nuklir.
“Tetapi 16 tetap, beberapa di antaranya adalah yang paling sulit untuk ditangani,” kata lembaga tersebut. Situs-situs tersebut termasuk Lawrence Livermore National Laboratorium di California, situs Hanford di Washington, dan Situs Keamanan Nasional Nevada.

Tanggung jawab pembersihan Departemen Energi sangat berat dan mencakup menyimpan dan mengolah sekitar 90 juta galon limbah radioaktif dan berbahaya yang ditempatkan di hampir 240 tangki bawah tanah besar di tiga lokasi di seluruh negeri.
Selain itu mereka juga harus memulihkan jutaan meter kubik tanah dan lebih dari 1 miliar galon air tanah dari kontaminasi radioaktif, menyiapkan dan membuang 2.400 metrik ton bahan bakar nuklir bekas dan sekitar 21 metrik ton surplus bahan uranium yang sangat diperkaya.
Tugas lain adalah menonaktifkan sekitar 1.700 fasilitas berlebih, beberapa di antaranya sangat terkontaminasi.
Pada 2017, GAO memperkirakan biaya untuk kantor Manajemen Lingkungannya sebesar US$ 268 miliar. Jumlah itu menggelembung menjadi US$ 377 miliar pada tahun 2018. Dana itu termasuk pengolahan limbah tangki radioaktif, perbaikan tanah dan air tanah, biaya penutupan dan penonaktifan fasilitas tua, pengelolaan limbah nuklir, dan biaya pembuangan kelebihan bahan nuklir — termasuk plutonium, uranium, dan batang bahan bakar bekas dari pembangkit listrik tenaga nuklir.
Sejauh ini situs yang paling mahal untuk dibersihkan adalah situs Hanford, yang memproduksi bahan nuklir untuk digunakan dalam senjata nuklir selama Perang Dingin. Pada 2017, Departemen Energi memperkirakan biaya pembersihan situs sebesar US$ 141 miliar atau sekitar Rp1.900 triliun.
Apa yang mendorong biaya semakin tinggi? Membersihkan senjata nuklir dan menangani bahan radioaktif khususnya sangat kompleks. Bukan hanya pekerjaan yang mahal untuk memulai, adanya kecelakaan, perubahan peraturan, perubahan perbaikan pembersihan, masalah manajemen proyek, dan ruang lingkup proyek tiba-tiba bisa tumbuh ketika pejabat memahami masalah tersebut.