Oposisi Venezuela, yang mengendalikan parlemen unikameral, Majelis Nasional, berencana untuk merevisi kontrak dengan Rusia mengenai pasokan senjata serta hubungan dengan Moskow secara umum.
“Kami akan menegosiasikan kembali bagaimana kami membayar itu karena mereka tidak menjual apa yang dikatakan kontrak. Dan akan ada diskusi tentang itu, ” kata , Perwakilan Khusus Venezuela untuk Organisasi Negara-negara Amerika atau Organization of American States (OAS) Gustavo Tarre Briceno di Center for Strategic and International Studies sebagaimana dilaporkan TASS.
Menurut utusan itu, utang Caracas ke Moskow sebagian besar adalah untuk pembelian senjata. Politisi oposisi ini mengkritik senjata Rusia dengan merujuk pada pensiunan pilot Venezuela, tetapi tidak mengungkapkan namanya. Dia mencatat bahwa kesepakatan mengenai jet tempur tempur Sukhoi diduga tidak sepenuhnya transparan dan mengklaim pesawat itu “bukan teknologi terbaik.”
Dalam pidatonya, Briceno juga mengeluhkan kualitas buruk helikopter Rusia dan mengatakan bahwa dua pertiga dari mereka tidak terbang di Venezuela.
Politisi oposisi percaya bahwa Venezuela akan merevisi daftar teman-teman terbaiknya, termasuk Rusia dan Korea Utara, dan memperjuangkan demokrasi di seluruh dunia.
Pidato Briceno diinterupsi tiga kali oleh aktivis perempuan dari gerakan anti-perang Amerika Code Pink. Mereka naik ke panggung melantunkan slogan: “Hands off Venezuela,” dan salah satu dari mereka menyebut politisi itu boneka Presiden Amerika Donald Trump.
Dalam pemungutan suara OAS tidak mengakui Presiden Venezuela Nicolas Maduro. Sebanyak 19 anggota mendukung keputusan itu, enam menentang dan delapan lainnya abstain, sementara seorang wakil dari satu negara lagi tidak hadir selama pemungutan suara.
Kementerian Luar Negeri Venezuela menggambarkan keputusan OAS sebagai preseden berbahaya dalam hubungan internasional.
Pada akhir April 2017, Venezuela memberi tahu OAS mereka keluar dari organisasi. Maduro mengatakan negaranya tidak akan pernah kembali ke kelompok yang disebut sebagai alat untuk melegitimasi aspirasi kekaisaran terhadap negara berdaulat.
Venezuela dihantam krisis politik setelah Juan Guaido, pemimpin oposisi memproklamasikan dirinya sebagai presiden sementara yang segera didukung oleh Amerika, Anggota kelompok Lima (tidak termasuk Meksiko), Australia, Albania, Georgia dan Israel, serta OAS.
Sementara itu, Spanyol, Prancis, Jerman, Inggris, dan Belanda mengatakan bahwa mereka akan mengakui Guaido sebagai presiden sementara Venezuela kecuali Maduro mengadakan pemilihan pada 3 Februari.
Sebaliknya, Rusia, Belarus, Bolivia, Iran, Kuba, Nikaragua, El Salvador, dan Turki menyuarakan dukungan untuk Maduro, sementara China menyerukan penyelesaian semua perbedaan secara damai dan memperingatkan terhadap campur tangan asing. Sekretaris jendral PBB, pada gilirannya, menyerukan dialog untuk menyelesaikan krisis tersebut.