Jet tempur F-16 Angkatan Udara Indonesia pada Senin 14 Januari 2019 berupaya memaksa turun pesawat kargo Boeing B777 milik Maskapai Ethiopian Air di Bandara Hang Nadim Batam, Kepulauan Riau. Namun upaya ini sempat terkendala izin pengendalian ruang udara penerbangan sipil yang masih dikuasai oleh Singapura.
Komandan Skadron 16 Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, Letkol Pnb Bambang Apriyanto, mengatakan akibat kendala tersebut, upaya penurunan paksa harus memakan waktu hingga 20 menit lamanya.
“Sebagian wilayah udara kita di atas Batam, dan sebagian Kepulauan Riau masih dibawah Singapore Flight Information Region (FIR),” katanya kepada Antara di Pekanbaru.
Dia menjelaskan bahwa pengendalian udara dalam konteks penerbangan sipil sejauh ini masih dikendalikan negara tetangga tersebut. Sehingga, upaya penurunan paksa pesawat kargo nomor registrasi ET-AVN berulang kali harus meminta izin dari flight control Singapura.
Ia menjelaskan TNI AU langsung menerbangkan dua jet tempur F-16 Fighting Falcon seketika mendeteksi pesawat kargo tersebut melintas udara NKRI tanpa flight clearence (FC) atau izin terbang Senin pagi.
Dua pilot F-16 Indonesia berhasil mengidentifikasi dan menjalin komunikasi pada pukul 8.30 WIB. Saat itu, komunikasi dilakukan pada ketinggian 41.000 kaki dan pilot Ethiopian Air tidak dapat menunjukkan FC.
Jet tempur F-16 TNI AU lalu memaksa turun pesawat itu di Bandara terdekat, Hang Nadim, Batam. Namun, upaya penurunan paksa tidak serta merta bisa dilakukan. Bambang mengatakan flight control Singapura sulit memberikan izin untuk menurunkan pesawat tersebut.
“Ada sedikit kendala dari Singapura. Kita sulit meminta izin untuk menurunkan ketinggian pesawat [Ethiopian Air] di Batam,” tuturnya.
“Komunikasi kita sudah beritahukan Singapura bahwa kita akan bawa pesawat Ethiopian ke Batam. Tapi mereks susah berikan izin. Sehingga ketika dekati Batam ketinggial masih di 41.000 kaki. Tidak mungkin kita langsung menukik,” lanjutnya.
Namun demikian, upaya komunikasi dengan Singapura dapat terus dilakukan, meski memakan waktu cukup lama. Padahal, Bambang mengakui jika wilayah kendali keselamatan penerbangan sipil dikendalikan Indonesia, waktu penurunan paksa lebih singkat. “Kita bisa ‘saving’ 20 menit,” tuturnya.

Pesawat Kargo tertahan di Batam menunggu Penyidik Kementerian Perhubungan memeriksa intensif pesawat tersebut, termasuk menjatuhkan sanksi dan denda. “Kemudian apabila sudah clear, bisa diizinkan terbang kembali,” katanya.
Lebih jauh, Bambang mengatakan meskipun pengendalian udara keselamatan penerbangan sipil dikendalikan Singapuran, namun, kedaulatan tetap ditangan Indonesia.
Untuk diketahui, pesawat kargo dengan nomor registrasi ET-AVN itu diketahui berangkat dari Addis Ababa, ibukota Ethiopia dengan tujuan Hong Kong, dan memasuki wilayah udara Indonesia tanpa bisa menyebutkan izin atau FC setelah dihubungi oleh otoritas navigasi udara Indonesia (AirNav) melalui komunikasi radio.