
Keputusan mengejutkan itu membingungkan di luar negeri. Menteri pertahanan Inggris menyatakan sangat tidak setuju dengan Trump bahwa ISIS sudah dikalahkan di Suriah.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan Israel akan mempelajari keputusan itu dan akan memastikan keamanannya sendiri.
Di Rusia, kantor berita TASS mengutip keterangan Kementerian Luar Negeri, yang mengatakan penarikan pasukan AS dari Suriah menciptakan peluang untuk penyelesaian politik. Banyak sisa pasukan AS di Suriah adalah pasukan gerakan khusus, yang bekerja erat dengan SDF.
Kemitraan dengan SDF membantu mengalahkan IS di Suriah tapi membuat marah sekutu di NATO, Turki, yang melihat pasukan YPG Kurdi dalam persekutuan itu sebagai perpanjangan dari kelompok pemberontak, yang berperang di Turki. Ankara mengancam melancarkan serangan baru di Suriah.
Hingga kini, pasukan Amerika di Suriah dilihat sebagai unsur penenang dan sedikit menahan tindakan Turki terhadap SDF.
Penarikan penuh pasukan AS dari Suriah akan meninggalkan kehadiran militer cukup besar AS di kawasan itu, termasuk sekitar 5.200 tentara di seluruh perbatasan di Irak. Sebagian besar perang AS di Suriah dilancarkan pesawat tempur, yang terbang dari Qatar dan tempat lain di Timur Tengah.
Tapi, Menteri Pertahanan Jim Mattis dan pejabat Departemen Luar Negeri sejak lama cemas meninggalkan Suriah sebelum kesepakatan perdamaian dicapai.
ISIS juga secara luas diperkirakan kembali ke perang gerilya sesudah tidak lagi memiliki wilayah. Amerika Serikat tidak mengesampingkan bahwa pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdad masih hidup.