PBB Tolak Resolusi Usulan Amerika untuk Mengutuk Hamas
Hamas

PBB Tolak Resolusi Usulan Amerika untuk Mengutuk Hamas

Upaya Amerika untuk menelurkan resolusi PBB yang mengutuk Hamas patah setelah Sidang Umum PBB dengan Kamis 6 Desember 2018  menolak rancangan resolusi yang diajukan Washington.

Rancangan resolusi itu, yang mendapat dukungan kuat Israel dan Amerika namun memerluka mayoritas dua pertiga suara untuk bisa disahkan.

Pemungutan suara akhirnya gagal melewati ambang batas lebih tinggi setelah 87 negara memberi suara mendukung dan 57 menentang sedangkan 30 yang lain abstein.

Rancangan resolusi tersebut adalah salah satu tindakan paling akhir Nikki Haley di badan internasional itu sebelum ia mengakhiri masa jabatannya sebagai Duta Besar Amerika pada akhir tahun ini.

Dengan dukungan Haley, rancangan resolusi tersebut berusaha mengutuk serangan roket oleh Hamas terhadap Israel, dan itu adalah rancangan resolusi pertama yang mengutuk kelompok perlawanan Palestina.

Jason Greenblatt, Utusan Perdamaian Timur Tengah Presiden Amerika Donald Trump, mengecam hasil pemungutan suara itu, dan menyebutnya “benar-benar memalukan” di akun Twitter.

“@UN gagal mengutuk #HAMAS bahkan setelah bertahun-tahun serangan melalui pemboman bunuh diri, penculikan, rudal, & lain-lain terhadap orang Israel. Pujian setelah pemungutan suara membeberkan semuanya,” tulis Greenblatt.

Sebelum pemungutan suara, pemungutan suara terpisah diselenggarakan oleh Sidang Umum PBB untuk memutuskan mayoritas yang akan diperlukan untuk mensahkan rancangan resolusi tersebut. Amerika Serikat meminta mayoritas sederhana, sementara Kuwait meminta mayoritas dua pertiga. Permintaan Kuwait keluar sebagai pemenang. Semua negara Arab memberi suara yang menentang resolusi itu.

Sidang Umum PBB juga melakukan pemungutan suara mengenai rancangan resolusi yang diajukan oleh Pemerintah Otonomi Nasional Palestina. Rancangan resolusi tersebut mencakup pengutukan terhadap pembangunan permukiman Yahudi dan rujukan kepada parameter bagi kesepakatan perdamaian masa depan. Rancangan resolusi itu disahkan hanya dengan enam suara yang menentangnya.

Sami Abu Zuhri, Juru Bicara Hamas, mengatakan di dalam satu pernyataan bahwa kegagalan rancangan resolusi ini adalah tamparan buat pemerintah Amerika.

“Kegagalan ini adalah penegasan mengenai keabsahan perlawanan Palestina dan dukungan politik yang sangat besar buat rakyat Palestina dan keadilan buat masalah Palestina,” kata Abu Zuhri.

Anggota Biro Politik Front Demokratik, Talal Abu Zafira, mengatakan di dalam pernyataan lain bahwa “kegagalan ini adalah kemenangan bagi keadilan internasional”.

Walaupun Pemerintah Otonomi Nasional Palestina dan Faksi Fatah, pimpinan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, adalah pesaing Hamas, faksi itu juga menentang rancangan resolusi Amerika tersebut.

 

Juru Bicara Fatah di Tepi Barat Sungai Jordan, Munir Al-Jaghoub, mengatakan, “Keputusan Amerika untuk mengkriminalisasi perjuangan Palestina tidak mendapat pengesahan, yang berarti keberhasilan buat Palestina.”

Pemerintah Palestina telah memutuskan hubungan dengan Amerika Serikat setelah Presiden Donald Trump memindahkan Kedutaan Besar Amerika di Israel ke Jerusalem dan mengumumkan kota suci yang menjadi sengketa itu sebagai ibu kota Israel.

Rakyat Palestina menginginkan Jerusalem Timur sebagai ibu kota negara merdeka masa depan mereka, tapi Israel –yang mencaplok Jerusalem Timur dalam Perang 1967– pada 1980 mengumumkan kota suci tiga agama langit tersebut sebagai ibu kotanya, tindakan yang tidak diakui oleh sebagian besar masyarakat internasional.