Bicara soal kekuatan senjata nuklir Amerika dan Rusia adalah dua negara yang memiliki stok paling banyak dan teknologi pengiriman yang paling canggih. Keduanya juga sedang dalam hubungan tidak baik hingga menyeret dunia ke jurang Perang Dingin baru. Situasi yang pada masa lalu identik dengan kemungkinan terjadinya perang nuklir.
Tetapi, sebenarnya ancaman paling tinggi pecahnya perang dengan menggunakan senjata pemusnah massal tersebut justru tidak terletak di tangan keduanya.
Kashmir, yang menjadi perbatasan India dan Pakistan hampir dalam dua decade terakhir telah berkembang menjadi daerah paling bebahaya di bumi ini. Jika konflik tak bisa dicegah untuk menjadi perang, maka sangat mungkin mengarah pada perang nuklir habis-habisan yang bisa membunuh jutaan manusia.
Satu hal yang pasti dari hasil perang itu adalah bencana besar. Selain menyebabkan kematian jutaan orang India dan Pakistan, perang semacam itu mungkin membawa pada “musim dingin nuklir” pada skala tertinggi di planet ini, yang mengarah ke tingkat penderitaan dan kematian yang akan di luar pemahaman kita.
Persaingan nuklir antara India dan Pakistan kini telah memasuki fase seram. Bahaya yang berasal dari keputusan Islamabad untuk menyebarkan senjata nuklir taktis berkadar rendah di pangkalan militer garis depannya di sepanjang seluruh perbatasan dengan India untuk mencegah kemungkinan agresi lawan.
Yang paling menakutkan, keputusan untuk menembakkan rudal bersenjata nuklir dengan kisaran 35 sampai 60 mil tersebut terletak pada dengan komandan lokal.
Ini adalah situasi berbahaya dari praktek universal bahwa penggunaan nuklir terletak pada presiden. Situasi seperti itu tidak sama dengan perlombaan senjata nuklir Washington-Moskow era Perang Dingin.
Ketika datang ke senjata nuklir strategis Pakistan, mereka disimpan di lokasi yang berbeda dan hanya perintah dari pemimpin negara untuk bisa menggunakannya.
Sebaliknya, nuklir taktis yang pra-dirakit di fasilitas nuklir dan dikirim ke sebuah pangkalan depan untuk digunakan secara instan. Selain bahaya yang melekat dalam kebijakan ini, senjata tersebut akan rentan terhadap penyalahgunaan oleh komandan pangkalan yang nakal atau pencurian oleh salah satu dari kelompok-kelompok militan di negara itu.
Dalam masalah nuklir antara dua tetangga, taruhannya terus meningkat dan Aizaz Chaudhry, birokrat tertinggi di kementerian luar negeri Pakistan, baru-baru ini dibuat semakin jelas.
Penyebaran nuklir taktis, jelasnya, dimaksudkan untuk “pencegahan,” atas doktrin militer India yang disebut sebagai “Cold Start”. Rencana yang dikenal untuk tujuan menghukum Pakistan dengan cara yang besar untuk setiap provokasi yang tidak dapat diterima seperti serangan teroris terhadap India.
New Delhi menolak untuk mengakui keberadaan Cold Start. Penolakan yang juga sulit dibuktikan. Pada awal 2004, membahas doktrin ini, yang melibatkan pembentukan delapan Integrated Battle Groups (IBG) yang terdiri dari infanteri, artileri, armor dan dukungan udara, dan masing-masing akan dapat beroperasi secara independen di medan perang.
Dalam kasus serangan teroris besar oleh kelompok yang berbasis di Pakistan, IBG ini jelas akan menanggapi dengan cepat menembus wilayah Pakistan pada titik-titik yang tak terduga di sepanjang perbatasan dan bergerak tidak lebih dari 30 mil dari pantai, mengganggu komando dan kontrol jaringan militer sembari berusaha untuk menjauh dari lokasi yang mungkin memicu pembalasan nuklir.
Dengan kata lain, India telah lama berencana untuk menanggapi serangan teror besar dengan aksi militer konvensional secara cepat dan yang kemudian direspons Pakistan dengan nuklir.
NEXT: 12 JUTA TEWAS DALAM AWAL PERANG
12 Juta Tewas dalam Awal Perang
Islamabad, pada gilirannya, telah merencanakan cara-cara untuk mencegah India menerapkan Cold Start -gaya blitzkrieg di wilayahnya. Setelah banyak perdebatan internal pejabat maka akhirnya mereka memilih nuklir taktis. Pada tahun 2011, Pakistan menguji satu dan berhasil.
Sejak itu, menurut Rajesh Rajagopalan, penulis buku Nuclear South Asia: Keywords and Concepts melihat Pakistan tampaknya telah merakit 4-5 senjata nuklir taktis setiap tahunnya.
Para pemimpin India telah mengatakan bahwa serangan nuklir taktis terhadap pasukan mereka, bahkan di wilayah Pakistan, akan dianggap sebagai serangan nuklir skala penuh pada India, dan bahwa mereka berhak untuk merespon tentu juga dengan nuklir.
Karena India tidak memiliki nuklir taktis, itu hanya bisa membalas dengan senjata nuklir strategis yang jauh lebih dahsyat untuk menargetkan kota Pakistan.
Menurut perkiraan tahun 2002 oleh Badan Intelijen Pertahanan AS, skenario terburuk dalam perang nuklir India-Pakistan dapat mengakibatkan 8 sampai 12 juta kematian awalnya, diikuti oleh jutaan kemudian karena keracunan radiasi.
Studi terbaru menunjukkan bahwa sampai satu miliar orang di seluruh dunia mungkin akan masuk ke dalam bahaya kelaparan dan kelaparan oleh asap dan jelaga yang dilemparkan ke troposfer ketika terjadi perang nuklir di Asia Selatan dan menghasilkan “musim dingin nuklir” dan berikutnya akan menghilangkan tanaman fungsional.
November lalu, untuk mengurangi kemungkinan seperti pertukaran bencana terjadi, para pejabat senior pemerintahan Obama bertemu di Washington dengan panglima militer Pakistan, Jenderal Raheel Sharif , wasit akhir kebijakan keamanan nasional negara itu. Obama mendesak untuk menghentikan produksi senjata nuklir taktis.
Sebagai imbalannya, mereka menawarkan janji untuk mengakhiri status paria Islamabad di bidang nuklir dengan mendukung masuk menjadi anggkota ke 48- Grup Pemasok Nuklir yang India sudah ada di dalamnya. Meskipun tidak ada komunike resmi dikeluarkan setelah perjalanan Sharif, menjadi dikenal telah menolak tawaran itu.
Kegagalan ini adalah tersirat dalam kesaksian bahwa Direktur DIA Letjen Vincent Stewart yang memberi keterangan kepada Komite Angkatan Bersenjata Kongres AS Februari ini. “Senjata nuklir Pakistan terus tumbuh,” katanya. “Kami prihatin bahwa pertumbuhan ini, serta doktrin yang berkembang terkait dengan senjata [nuklir] taktis, meningkatkan risiko insiden atau kecelakaan.”
Nuklir Strategis
Persenjataan nuklir strategis India dan Pakistan terus tumbuh. Pada bulan Januari 2016, menurut laporan kongres AS, arsenal Pakistan mungkin terdiri dari 110-130 hulu ledak nuklir.
Menurut Stockholm International Peace Research Institute, India memiliki 90-110 ini. China, aktor regional lainnya, memiliki sekitar 260 hulu ledak.
Tahun 1990-an berakhir, India dan Pakistan menguji persenjataan baru mereka, pemerintah menyampaikan ke publik doktrin nuklir mereka. Dewan Penasehat Keamanan Nasional Nuklir India, misalnya, menyatakan pada Agustus 1999 bahwa “India tidak akan menjadi yang pertama untuk memulai serangan nuklir, namun akan merespons dengan pembalasan jika pencegahan gagal.”
Di Pakistan pada bulan Februari 2000, Presiden Jenderal Pervez Musharraf, yang juga panglima militer, mendirikan Divisi Rencana Strategis di National Command Authority, dan menunjuk Letnan Jenderal Khalid Kidwai sebagai Direktur Jenderal.
Pada bulan Oktober 2001, Kidwai menawarkan garis besar doktrin nuklir negara dalam kaitannya dengan tetangga yang memiliki militer dan ekonomi lebih kuat. “Hal ini juga diketahui bahwa Pakistan tidak memiliki kebijakan untuk pertama menggunakan nuklir”