
Sementara itu, Uni Soviet mengerahkan 4.000 personel untuk menyerang Iran Utara. Pasukan dilengkapi dengan 1.000 tank yang kebanyakan T-26 . Meskipun membawa senapan 45 milimeter yang cukup layak, armor tipis T-26 dan kecepatan lambat mengakibatkan mereka sering kalah dengan tank Jerman.
Namun, kedua divisi Iran di sektor tersebut, yang jumlahnya 20.000 orang tidak memiliki tank sama sekali.
Angkatan Udara Soviet juga mengirimkan 409 pesawat tempur dan pembom dan hanya menghadapi 14 pesawat bipon Audax dan Hind yang berbasis di Tabriz, banyak dari mereka yang hancur dibom Soviet tanpa sempat terbang.
Angkatan Darat ke-47 maju dari Azerbaijan untuk merebut kota Jolfa, dan dari sana berbaris menuju ibu kota daerah Tabriz, yang dilindungi Divisi ke-3. Pasukan Iran terbukti tidak teratur untuk melakukan serangan balik atau menghancurkan jembatan vital.
Sementara Divnsi ke-53 Soviet mengepung pantai barat Laut Kaspia, yang bertujuan untuk merebut kota Adabil. Saat pasukan Divisi-15 Iran besiap untuk bertempur, komandan mereka justru melarikan diri dengan iring-iringan mobilnya.
Shah terkejut dengan situasi di lapangan. Situasi semakin buruk ketika kepala pasukan bersenjata, Jenderal Ahmad Nakhjavanhad, diam-diam berencana untuk menyerah. Upayanya diketahui membuat Shah marah besar. Shah hampir secara pribadi mengeksekusi pria itu di tempat sebelum Putra Mahkota Reza Phalavi menenangkannya.
Akhirnya pada 29 Agustus Shah menyetujui gencatan senjata. Inggris hanya kehilangan 22 tewas dan 42 terluka. Soviet, 40 tewas. Sementara kematian militer dan sipil Iran berjumlah 800.
Reza memecat mantan Perdana Menteri Inggris, Ali Mansur, dan menggantikannya dengan Mohammad Ali Foroughi. Namun, Reza sebelumnya telah mengeksekusi putra Foroughi, yang meninggalkan dendam di hati ayahnya.
Ketika dikirim untuk bernegosiasi dengan Inggris, Foroughi mengisyaratkan bahwa rakyat Iran akan senang melihat Shah digantikan.
Sekutu sekarang menuntut Reza memutuskan hubungan diplomatik dengan kekuatan Jerman dan menyerahkan semua warga Jerman ke dalam tahanan mereka. Namun, Shah begitu membenci Sekutu sehingga dia menunda negosiasi sementara dia secara rahasia mengatur evakuasi Jerman di seberang perbatasan Turki.
Hal ini menyebabkan Soviet terus maju ke Teheran pada 16 September. Sementara itu, nasionalis di angkatan udara Iran melawan gencatan senjata . Pada tanggal 16, dua pesawat Fury yang memberontak berangkat untuk menyerang lima I-16 Soviet, yang menembak jatuh salah satu Furry di atas Laut Kaspia. Yang lainnya jatuh, kehabisan bahan bakar.
Ketika pasukan Soviet memasuki Teheran, Foroughi meyakinkan Shah untuk turun tahta dan kemudian merekayasa aksesi Reza Pahlavi untuk menggantikannya. Pahlavi bekerja sama erat dengan pendudukan Sekutu dan mengakhiri hubungan dengan Axis.
Sekutu berjanji bahwa mereka akan menarik pasukan mereka enam bulan setelah berakhirnya perang dengan Jerman. Iran sejak saat itu menjadi pusat logistik utama yang menyalurkan hampir sepertiga dari bantuan militer penting yang disalurkan Sekutu Barat ke Uni Soviet.
Amerika Serikat juga membangun kehadiran besar, bahkan memasok peralatan Lend-Lease ke Teheran untuk membangun kembali militernya.
Yang paling terkenal, Roosevelt, Churchill dan Stalin bertemu di Konferensi Tehran pada akhir 1943 untuk membahas rencana pendaratan Sekutu di Prancis dan divisi politik pasca perang. Adapun Reza Shah, ia meninggal di pengasingan di Afrika Selatan pada 1944.
Meskipun sikap rezim baru Iran kooperatif, Inggris dan Soviet menyita banyak pasokan biji-bijian Iran untuk pasukan mereka sendiri, menyebabkan hiperinflasi dan beberapa kelaparan. Agen-agen Jerman berusaha untuk mengatur pemberontakan anti-Inggris di antara etnis minoritas Iran, tetapi dengan cepat ditangkap.
Para sejarawan Soviet juga menuduh mata-mata Nazi terjun ke Iran untuk membunuh para pemimpin Sekutu pada konferensi Teheran.
Namun, Moskow mengingkari penarikan yang dijanjikan setelah kekalahan Hitler, dan bahkan membangun dua republik separatis berumur pendek di perbatasan Iran. Akhirnya mundur pada Mei 1946 setelah Iran mengajukan keluhan di Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Kehancuran tentara Iran pada tahun 1941 menyebabkan Reza Pahlavi bertekad untuk membangun kekuatan militer Iran setelah Perang Dunia II bahkan dia melanjutkan kebijakan represif ayahnya.
Ironisnya, penindasan itu menjadi alasan kehancuran pemerintahan Reza Pahlavi, sementara tentara yang dibangunnya terbukti berperan dalam membela Republik Islam dari invasi Irak.