Apakah Jet Tempur Siluman Amerika akan Merevolusi Perang Udara?
F-35 dan F-22

Apakah Jet Tempur Siluman Amerika akan Merevolusi Perang Udara?

90th Fighter Squadron F-22s deploy to Southeast AsiaRand Corporation Pacific Vision melakukan wargame simulasi konflik dengan China pada tahun 2008 menemukan bahwa bahkan dalam skenario yang menguntungkan bagi Amerika Serikat setengah dari rudal AS menghantam dari jarak jauh.

Tetapi Amerika kalah jumlah sekitar 3:1  hingga akan kewalahan setelah menembakkan semua rudal. Pesawat kurang  bermanuver F-35 akan bernasib buruk di pertempuran udara berikutnya. Tapi pada akhirnya, hampir semua para pesawt AS akan hilang.

Mengapa? Pesawat lawan tidak memiliki kesulitan mendeteksi kapal tanker yang mendukung pasukan AS. Berbeda dengan F-22 dan F-35, kapal tanker tak memiliki kecepatan atau stealth untuk menghindari serangan.

Jika tanker ditembak jatuh, itu tidak hanya memaksa para pesawat AS untuk meninggalkan pertarungan. Mereka bisa dipaksa jatuh di laut laut karena tidak memiliki bahan bakar cukup untuk kembali ke pangkalan.

Akibatnya, kapal tanker akan menjadi target bernilai tinggi yang menjadikan pesawat tempur siluman AS tidak mampu berbuat banyak.

Masalah yang sama ada saat melindungi sebuah kapal induk dari serangan. Berbeda dengan kota tangguh seperti London dalam Battle of Britain, kapal induk adalah target rentan yang harus dipertahankan.

Pertimbangan terakhir adalah bahwa lawan mungkin akan membawa ke lapangan sejumlah pesawat siluman mereka sendiri, seperti J-20 atau Sukhoi T-50.

Bahkan sejumlah kecil pesawat siluman akan efektif menyelinap untuk menembak pesawat tanker dan AWACS dan membawa mereka keluar sebelum pesawat AS bisa mengelak atau membalas. Rudal seperti R-37 dan PL-13 juga bisa membantu dalam misi anti-kapal tanker.

Banyak teori percaya bahwa kapal induk dalam pertempuran semacam ini akan dipaksa untuk tetap jauh dari pantai lawan.  Salah satu kemungkinan adalah bahwa tidak ada pertempuran udara besar-besaran akan terwujud.

Dua keterbatasan utama adalah logistic yakni kurangnya bahan bakar internal untuk beroperasi tanpa dukungan, dan rudal cukup untuk mengatasi jumlah lawan yang lebih banyak.

Untuk saat ini, tidak ada perbaikan yang jelas untuk masalah bahan bakar. Pesawat AS terbaru, F-22 dan F-35, hanya akan tergantung pada kapal tanker. Beberapa menyarankan bahwa Angkatan Laut harus mengerahkan drone ringan siluman dari kapal induk yang berpotensi bisa beroperasi lebih jauh.

Militer Amerika Serikat didukung peperangan jaringan. Secara teori, jika salah satu pesawat mendeteksi musuh, bisa menyampaikan data tersebut ke kapal dan pesawat teman untuk ditindaklanjuti.

Salah satu taktik yang potensial adalah dengan menggunakan pesawat siluman untuk mengidentifikasi pesawat musuh yang masuk dan mengirim data target ke kapal atau pesawat non-siluman, yang dapat membawa beban senjata berat. Sensor F-35 yang sangat baik dan datalink bisa membuatnya efektif dalam peran ini.

Bahkan ada ide untuk membawa rudal dalam jumlah besar dengan B-1 atau B-52, yang akan menembakkan rudal dari jarak ratusan kilometer jauhnya dari pertempuran. Mereka cukup menggunakan data yang dikirim F-22 dan F-35 yang mampu terbang lebih dekat ke target dan mengirimkan ke pesawat bomber yang akan segera melesatkan senjata ke target. Bomber yang rentan akan tetap di jarak aman. Taktik akan membutuhkan rudal yang lebih jauh.

Pada akhirnya taktik  hit and run yang bersandar pada BVR dan teknologi siluman mungkin cukup efektif dalam mengamankan superioritas udara. Namun, mereka tidak akan cukup untuk mengatasi kendala bahan bakar dan pasokan senjata dalam skenario yang melibatkan lawan dengan jumlah jauh dan lebih banyak.