Ketika China mulai mencoba menunjukkan kekuatannya ke dunia pada 1980-an, Angkatan Udara mereka menyadari betapa usangnya armada J-7 dan J-8 yang mereka miliki. Akhirnya, Deng Xiaoping mulai bekerja untuk membangun sebuah jet tempur taktis ringan baru. Jet tempur harus lebih baik daripada J-8II dan MiG-23 dan bisa menyaingi F-16 yang saat itu menjadi salah satu jet tempur paling canggih di dunia.
Seperti kebanyakan proyek China, pengembangan J-10 bukan hanya latihan membuat pesawat terbang, tetapi program ini juga bertujuan mengembangkan beberapa teknologi kunci. Teknik manufaktur yang lebih baik, kontrol fly-by-wire, dan desain canards adalah semua hal yang ingin diperbaiki oleh China di J-10.
Pengembangan J – 10 dimulai tahun 1988 dan pada awalnya direncanakan sebagai pesawat tempur superioritas udara. Namun runtuhnya Uni Soviet dan perubahan kebutuhan menggeser pembangunan pesawat tempur menjadi platform multi- peran.
Pesawat melakukan penerbangan pertamanya pada 1998. Seluruh proyek dilakukan dalam tingkat kerahasiaan yang sangat tinggi. Bahkan foto-foto pertama dari J-10 baru keluar 4 tahun setelah penerbangan pertama. J – 10 resmi masuk dalam Angkatan Udara China pada 2004 namun pertama kali secara diungkapkan secara terbuka pada 2006. Dan saat ini sekitar 240 pesawat sudah masuk dalam layanan.
Berbeda dari MiG-29 dan F-16, J-10 menampilkan sayap delta besar yang mengingatkan pada seri jet tempur Mirage Prancis. Namun, tidak seperti Mirage, pesawat ini menampilkan dua canard tepat di belakang kokpit untuk memberikannya kemampuan manuver yang lebih baik.
Seperti Mirage 2000, J-10C dirancang untuk memiliki stabilitas yang rileks, sehingga dapat memiliki sayap delta yang besar tetapi tetap lincah.
Juga tidak seperti Mirage, yang menampilkan intake mesin di sisi kiri dan kanan pesawat, J-10 memiliki satu intake di bawah kokpit, seperti F-16 . Intake J-10A adalah boxier dan memiliki perbedaan dibandingkan milik F-16.
Karena China tidak memiliki teknologi untuk membangun mesin jet canggihnya sendiri ketika J-10 dibangun, intake mengarah ke mesin buatan Rusia AL-31 . Mesin ini awalnya dirancang untuk Su-27 Flanker untuk digunakan dalam sepasang, tetapi di J-10 beroperasi hanya dengan satu mesin.
Dalam hal senjata J-10 cukup konvensional untuk pesawat tempur multirole di zamannya. Pesawat memiliki fitur tiga cantelan senjata di setiap sayap dan tiga di perut, memberikan daya muat serupa ke MiG-29 dan F-16.
Baru-baru ini J-10 terlihat membawa meriam kembar GDJ-5 untuk meningkatkan jumlah persenjataan yang membawa hardpoint ke 11. Cantelan ini memanfaatkan koneksi standar NATO, sehingga mereka kompatibel secara fisik dengan berbagai rudal udara ke udara dan udara ke darat.
Sedangkan untuk radar, J-10A menggunakan radar KLJ-3 yang dipindai secara mekanis. Ini ditingkatkan ke versi PESA dari set yang sama pada J-10B dan ke AESA pada J-10C.
Karena J-10A cukup usang ketika diperkenalkan, pesawat dengan cepat ditindaklanjuti dengan lahirnya J-10B, yang meningkatkan avionik, mendesain ulang intake mesin jet menjadi lebih tinggi dan bulat, meningkatkan mesin ke varian AL-31FN yang ditingkatkan. Sistem IRST juga terintegrasi. Namun China lamban meningkatkan armadanya ke standar J-10B baru sehngga mayoritas J-10 yang ada dalam layanan masih J-10A.
Varian terbaru dari J-10 adalah J-10C, yang memperbarui avionik dan asupan mesin jet baru yang kali ini membungkus sekitar bagian atas badan pesawat. Perubahan berkali-kali pada desain intake sebenarnya menunjukkan J-10 memiliki desain aerodinamis kurang matang.
J-10C juga dapat menembakkan rudal udara ke udara baru dari China. J-10C menggabungkan teknologi yang dibangun sendiri dari active electronically scanned array (AESA) dan menggunakan lebih banyak material komposit dalam badan pesawatnya.
Masa depan J-10 masih diragukan. Hingga China membangun J-11 jauh lebih mampu dalam banyak aspek daripada J-10 dan memiliki potensi pengembangan yang lebih besar. China tampaknya juga terus mengembangkan pesawat tempur itu. J-10C saat ini memang lebih mampu dalam ranah udara ke darat sebagai akibat dari penggunaan pylons standar NATO, tetapi ini dapat berubah di masa depan seiring terus berkembangnya versi J-11.
China juga memproduksi dua jenis pesawat tempur siluman J-10 . Meskipun demikian, J-10 tidak dapat diremehkan. Ketika China menempatkan radar AESA buatan dalam negeri pesawat tetap menjadi ancaman yang kredibel, sama seperti F-16V yang tetap relevan di medan perang modern.