Amerika selamanya meneliti dan mengembangkan senjata baru untuk membela diri dari musuh, baik nyata maupun khayalan. Namun tampaknya Amerika tidak menyadari adanya musuh baru yang sangat mematikan, yakni tingginya bunuh diri di kalangan militer.
Banyak orang meyakini militer memiliki mental kuat untuk bisa mengatasi goncangan hidup yang harus mereka hadapi. Mereka dilatih untuk bertempur di medan perang asing yang jauh dari rumah. Namun, kenyataannya banyak anggota militer Amerika tidak pernah benar-benar bisa mengatasi trauma perang mereka dan memilih untuk mengakhiri hidupnya.
Menurut Iraq and Afghanistan Veterans of America sebagaimana dikutip faithwire.com sekitar 5.520 personel militer aktif dan veteran Amerika telah melakukan bunuh diri hingga tahun 2018. Untuk menarik perhatian terhadap tingkat bunuh diri yang luar biasa tinggi di kalangan prajurit dan veteran Amerika, pada Rabu 3 Oktober 2018 lalu organisasi itu menancapkan 5,520 bendera miniatur di Capitol Hill, Washington untuk memperingati mereka yang mengambil nyawa mereka sendiri.
Menurut studi Departemen Urusan Veteran Amerika, rata-rata 20 veteran melakukan bunuh diri setiap hari. Tingkat bunuh diri veteran mencapai sekitar 18 persen dari total kematian bunuh diri di Amerika.
Menurut studi Urusan Veteran lain yang dilakukan pada tahun 2015, wanita yang bertugas di militer lima kali lebih mungkin melakukan bunuh diri dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah bertugas di militer. Sementara untuk veteran pria, tingkat bunuh diri meningkat 50 persen dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah bergabung dengan militer.
Sekretaris Urusan Veteran David Shulkin sebagaimana dikutip The Guardian mengatakan bahwa periode 12 bulan setelah meninggalkan layanan adalah risiko tertinggi untuk bunuh diri, dan hanya 40 persen anggota militer memiliki cakupan kesehatan mental.
Our National Mall Activation around Veteran Suicide is underway. Volunteers, allies, and Stormers from our Fall #StormTheHill are placing flags to remember the 5,520 veterans and military suicides to date. Check out photos throughout the day here –> https://t.co/a1X8tjQIly pic.twitter.com/D71LWi1imP
— IAVA (@iava) October 3, 2018
Sementara laporan penelitian di Mayo Jurnal Klinik Proceedings yang dikutip Russia Today menyebutkan dari 2004 hingga 2008, Angkatan Darat Amerika menyaksikan sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya di zaman modern yakni tingkat bunuh diri di antara pasukan aktif dan non-aktif yang melonjak 80 persen dibandingkan dengan periode ‘stabil’ sebelumnya yakni 1977 hingga 2003.
Bahkan pada 2012, tentara Amerika lebih mungkin mati akibat dari bunuh diri daripada di tangan musuh. Dan tentu saja bukan kebetulan bahwa lonjakan besar dalam bunuh diri dimulai tidak lama setelah dimulainya dua perang mahal dan berkepanjangan, satu di Afghanistan dan yang lainnya di Irak.
Perang di Afghanistan (2001-sekarang), yang telah mengalahkan Perang Vietnam sebagai operasi militer terpanjang dalam sejarah Amerika dan Perang Irak (2003-2011), yang menempati urutan ke-5 sebagai militer terpanjang Amerika, menyebabkan kematian dan kehancuran yang luar biasa pada orang-orang Afghanistan dan Irak.
“Begitu teror kehidupan mencapai titik di mana mereka lebih besar daripada teror kematian, seorang pria akan mengakhiri hidupnya,” tulis filsuf Arthur Schopenhauer.
Inilah harga yang sangat mahal untuk membayar operasi militer yang sangat kontroversial di Timur Tengah dan Asia Tengah.
Ada banyak cara yang mungkin untuk menjelaskan kenapa terjadi ledakan bunuh diri ini, dari gangguan stres pascatrauma, hingga komplikasi asimilasi kembali ke kehidupan sipil, untuk menangani rasa sakit dan depresi yang parah, yang pada gilirannya memicu penggunaan penghilang rasa sakit opioid yang sangat adiktif di kalangan veteran. Juga banyak kasus banyak dari mereka yang kemudian setelah lepas dari militer tidak mampu hidup normal dan hidup damai.
Apakah pemerintah Amerika melakukan cukup banyak untuk membantu para veteran ini, mengatasi berbagai masalah mereka, menangani gangguan psikologis yang paling buruk?
Russia Today menulis Jumat 5 Oktober 2018 Amerika adalah negara dengan nafsu perang yang seolah tak terpuaskan. Faktanya, negara ini hanya mengalami damai selama 21 tahun sejak didirikan pada tahun 1776. Dengan demikian akan masuk akal bahwa rencana kesehatan permanen untuk veteran sangat dibutuhkan. Tragisnya, semua itu telah terlambat.
Kembali pada tahun 2007, ketika pasukan Amerika dikirim ke berbagai tempat seperti Irak dan Afghanistan dan Amerika memiliki sekitar 900 pangkalan militer di seluruh dunia, Presiden George W. Bush justru melakukan hal yang luar biasa.
Dia mengumumkan bahwa dalam waktu dua tahun, pemerintah akan memperkenalkan pemotongan belanja besar untuk perawatan kesehatan veteran untuk 2009-2010, dengan pembekuan total pada 2011.
Dengan kata lain veteran yang kembali dari medan perang dengan cedera parah akan membutuhkan perawatan yang mahal lebih dari sebelumnya.
Padahal seperti yang dilaporkan oleh Military Times, “Veteran yang memiliki kontak teratur dengan layanan kesehatan VA lebih kecil kemungkinannya untuk bunuh diri daripada mereka yang sedikit atau tanpa interaksi.”
Pemerintah Trump saat ini tampaknya memahami bahayanya masalah dengan kesehatan veteran yang mulai dirusak Bush dan dibiarkan semakin buruk di bawah Obama hingga sekarang memuncak ke titik di mana tentara Amerika secara harfiah benar-benar memiliki musuh dirinya sendiri.
Bulan lalu, Trump menandatangani Undang-Undang Departemen Urusan Veteran dan meningkatkan anggaran yang sangat dibutuhkan lebih dari enam persen. Tetapi untuk ribuan prajurit pria dan wanita Amerika , dana tambahan terlalu sedikit, terlambat.
Dan harus dikatakan bahwa melemparkan uang pada masalah bukanlah langkah efektif. Yang lebih penting sebenarnya adalah tidak menciptakan lebih banyak veteran. Dengan kata lain, mengurangi nafsu perang dan menginvasi negara lain. Karena jika it uterus dilakukan, maka akan terus banyak lahir veteran dengan ancaman bunuh diri yang tinggi.