Article 5 atau Pasal 5 dari Perjanjian Washington menetapkan prinsip pertahanan kolektif di antara negara-negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO. Secara gampang, artikel itu menyebutkan jika terjadi serangan terhadap salah satu sekutu maka itu bisa dianggap sebagai serangan terhadap seluruh anggota NATO hingga harus dilawan bersama-sama.
Kini NATO sepertinya ingin memperluas cakupan dari aturan tersebut. Serangan yang dimaksud tidak hanya serangan dalam arti konvensional, tetapi juga cyber.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan dalam sebuah wawancara yang dirilis Senin 17 September 2018 mengatakan bahwa blok tersebut mungkin akan meminta Pasal 5 tentang pertahanan kolektif juga berlaku jika Rusia melakukan serangan cyber terhadap salah satu anggota pakta tersebut.
“Tidak secara otomatis. Itu tergantung pada karakter serangan cyber. Kami tidak akan pernah spesifik ketika kami memicu Pasal 5,” kata Stoltenberg kepada portal berita Axios, menjawab pertanyaan tentang apakah artikel itu akan digunakan jika terjadi cyberattack dari Rusia.
NATO hanya sekali menggunakan Pasal 5 ini yakni ketika ada serangan teroris 9 September 2001 ke Amerika.
Stoltenberg menambahkan bahwa aliansi telah meningkatkan cybersecurity dan direncanakan untuk mengembangkan kemampuan cyber ofensif.
Pada bulan Juli, NATO mengatakan dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan puncak di Brussels bahwa jika terjadi perang hybrid, maka hal itu akan bisa memicu Pasal 5.
Sekutu NATO telah meningkatkan kerja sama pertahanan cybersecurity mereka selama bertahun-tahun. Sejak 2008, mereka telah menggelar Cyber Coalition, sebuah latihan cyberdefense besar.
Namun, negara-negara anggota aliansi pertama kali mengakui dunia maya sebagai ‘domain operasi’ yang mirip dengan darat, udara, dan laut pada pertemuan puncak mereka di Warsawa pada tahun 2016.
Tahun lalu, Stoltenberg mengumumkan bahwa para menteri pertahanan NATO telah sepakat untuk melembagakan struktur komando baru untuk meningkatkan kemampuan aliansi dalam menggerakkan pasukan di seluruh Eropa. Mereka juga memutuskan untuk mendirikan Pusat Operasi Cyber untuk beradaptasi dengan lingkungan keamanan yang berubah.