Nama Sultanah Nahrasiyah nyaris tidak disebut dalam sejarah Kerajaan Samudera Pasai tidak seperti Raja Malikussaleh dan Malikudzahir. Padahal selama 20 tahun lebih wanita ini berkuasa dan dikenal sebagai ratu yang bijaksana.
Makamnya pun begitu megah bahkan pada masanya disebut sebagai salah satu makan terindah di Asia Tenggara. Makam Ratu ini terletak di Gampong (desa) Kuta Krueng Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara.
Sekitar 18 km arah timur kota Lhokseumawe, terdapat kompleks makam kerajaan Samudera Pasai (1267-1521). Kuta Krueng sendiri, sekitar satu kilometer dari kompleks makam, dahulu kala merupakan pusat Kerajaan Samudera Pasai.
Di dalam kompleks terdapat 38 batu pusara, dengan makam utama Sultan Malikussaleh dan Sultan Malikudzahir. Lain-lainnya adalah makam keluarga dan para pengawal kerajaan.
Di bagian lain, tak jauh dari makam Malikussaleh, tepatnya mendekati bibir pantai Lhokseumawe, terdapat makam yang terlihat megah. Terbuat dari batu pualam dengan ukiran-ukiran kaligrafi Surat Yasin pada nisannya.
Di samping itu tercantum pula ayat kursi, Surat Ali Imron ayat 18 dan 19, Surat Al Baqoroh ayat 285, 286 dan terpahat sebuah penjelasan dalam aksara Arab.
“Inilah kubur wanita yang bercahaya yang suci, Ratu yang terhormat almarhumah yang diampunkan dosanya Nahrasiyah. Putri Sultan Zain al-Abidin putera Sultan Al Malikul Salih. Kepada mereka itu dicurahkan rahmat dan diampunkan dosanya, meninggal dunia dengan rahmat Allah pada Senin, 17 Dzulhijah 832 Hijriah,” begitulah arti tulisan arab tersebut
Prof Dr Ibrahim Alfian MA dalam tulisannya di buku Wanita Utama Nusantara dalam Lintasan Sejarah mengatakan Prof Dr Christian Snouck Hougronje dari Belanda yang meneliti kuburan sang ratu, telah menuliskan di bukunya , “Arabie en Oost Indie” 1907, bahwa makan Ratu Nahrasiyah terindah di Asia Tenggara.
Dalam buku itu Snouck juga menuliskan, makam tersebut merupakan duplikat dari makam Umar Ibn Akhmad al-Kazaruni di Cambay, Gujarat, India yang wafat pada 734 H atau 1333 M. Bentuk nisan seperti itu satu abad lebih setelah wafatnya Ratu Nahrasiyah juga dipakai pada pembangunan makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik, Jawa Timur.
Siapakah sebenarnya Ratu Nahrasiyah? Nahrasiyah adalah seorang ratu dari Kerajaan Samudera Pasai yang memegang pucuk pimpinan tahun 1405-1428 M. Ratu Nahrasiyah merupakan anak dari Sultan Zainal Abidin Malikudzahir yang mangkat pada tahun 1405.
Ada juga versi yang menyebutkan tentang siapa Nahrasiyah. Versi pertama dia Ratu adalah anak dari Zainal Abidin Malikudzahir atau cucu dari Sultan Malikussaleh sementara versi lain dia adalah janda istri Zainal Abidin yang kemudian diangkat menjadi Sultanah saat suaminya wafat.
Sejarah Samudera Pasai, berdasarkan Hikayat Raja-raja Pasai, diceritakan didirikan oleh Marah Silu, yang kemudian bergelar Sultan Malikussaleh. Ia wafat pada tahun 699 H atau 1297 M. Setelah beberapa kali pergantian Sultan, antara tahun 1345-1350 kesultanan diserang Majapahit, Sultan Pasai melarikan diri dari ibu kota kerajaan. Sejak itu Kesultanan Pasai mati suri.
Kesultanan kembali bangkit di bawah pimpinan Sultan Zainal Abiddin Malikudzahir tahun 1383 M. Ia memerintah sampai tahun 1405. Dalam kronik China “Ying-yai sheng-lan,” Sultan Zainal Abidin dikenal dengan nama Tsai-nu-li-a-pi-ting-ki, dan disebutkan ia tewas oleh raja Nakur. Selanjutnya pemerintahan Kesultanan pasai dilanjutkan oleh putrinya –versi lain menyebutkan istrinya –Sultanah Nahrasiyah.
Ibrahim Alfian menjelaskan, kronik China “Ying-yai sheng-lan,” sebenarnya berisi laporan umum mengenai pantai-pantai Sumatera waktu itu. Namun juga menyebut tentang raja yang berkuasa pada saat itu. Ma Huan seorang pelawat China Muslim dalam pengantar buku itu menjelaskan, karena dapat menerjemah buku-buku asing, ia dikirim oleh maharaja China ke berbagai negeri mengiringi Laksamana Cheng Ho.
Pada tahun 1415 Cheng Ho dan armadanya mengunjungi Kerajaan Samudera. Dalam Kronik Dinasti Ming (1368-1643) buku 32 diceritakan, Sekandar (Iskandar) keponakan suami kedua Ratu, bersama dengan beberapa ribu pengikutnya menyerang dan merampok Cheng Ho.
Serdadu-serdadu China dan rakyat Samudera dapat mengalahkan mereka, membunuh sebagian penyerang itu dan mengejar mereka sampai ke Lambri di ujung pulau Sumatera. Sekandar kemudian di tangkap dan dibawa sebagai tawanan ke istana maharaja China. Disana Sekandar dijatui hukuman mati. Menurut Ibrahim Alfian, ratu yang dimaksud dalam cerita Cina itu tidak lain adalah Ratu Nahrasiyah, putri Sultan Zainal Abidin atau yang disebut literature Cina sebagai Tsai-nu-li-a-pi-ting-ki.
Sayangnya sangat sedikit bukti tentang kebesaran sang ratu. Bahkan namanya tak ditemukan tertera di mata uang emas yang pada zaman Kerajaan Pasai menjadi kebiasaan untuk mengabadikan nama sang sultan di mata uang emas yang pada masa itu disebut dirham. Dirham atas nama Ratu Nahrasiyah yang memerintah lebih 20 tahun tidak ditemukan baik dalam berbagai koleksi maupun literature numismatic mata uang emas kerajaan-kerajaan Islam di Aceh.
Mengapa koin emas atas nama sang ratu tidak ada, menjadi pertanyaan hingga saat ini. Mengingat makamnya yang megah dan indah, tentulah ia seorang pemimpin yang agung.