Pihak berwenang Inggris sedang memburu dua pria Rusia yang diduga terlibat dalam keracunan mantan mata-mata Rusia Sergei Skripal dengan agen saraf awal tahun ini.
Jaksa mengatakan mereka memiliki bukti yang cukup untuk menuntut dua orang yang diidentifikasi sebagai Alexander Petrov dan Ruslan Boshirov untuk konspirasi atas percobaan pembunuhan tersebut.
Neil Basu, yang memimpin unit kontraterorisme Polisi Metropolitan London, mengatakan kedua orang itu mungkin bepergian dengan nama samara dan bahwa Petrov dan Boshirov mungkin bukan nama asli mereka. Kedua tersangka diperkirakan berusia 40 tahun.
Kedua orang itu sekarang diyakini berada di Rusia. Pihak berwenang kini berencana untuk mengeluarkan red notices Interpol yakni sebuah permintaan ke polisi internasional untuk mencari dan menangkap seseorang di negara lain – untuk penangkapan mereka.
Skripal dan putrinya Yulia pingsan di Salisbury, Inggris selatan, Maret ini setelah terkena novichok, agen saraf kelas militer yang dikembangkan oleh Uni Soviet selama Perang Dingin. Baik ayah dan putrinya selamat dan telah pulang dari rumah sakit.
Sebuah pasangan Inggris di Amesbury, sebuah kota dekat Salisbury, juga terkena racun setelah bersentuhan dengan botol parfum yang mengandung racun pada akhir Juni. Akibatnya Dawn Sturgess meninggal dunia dan satu korban lagi Charlie Rowley bisa diselamatkan setelah dua minggu dirawat di rumah sakit.

Pihak berwenang mengatakan mereka percaya pasangan itu tidak sengaja ditargetkan, tetapi “menjadi korban sebagai akibat dari kecerobohan di mana agen saraf beracun itu dibuang.”
Hasil-hasil pengujian laboratorium yang dilakukan oleh badan pengawasan senjata kimia mengukuhkan kesimpulan Inggris bahwa dua orang di Amesbury, bagian barat-daya Inggris, terkena racun saraf jenis Novichok, kata badan itu.
Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) mengatakan pemeriksaan yang dilakukan laboratorium terhadap contoh-contoh yang dikumpulkan oleh timnya “membenarkan temuan yang dihasilkan oleh Inggris Raya terkait identitas kimia beracun”.
Inggris menuding Rusia, yang mengembangkan zat beracun tersebut pada masa Uni Soviet tersebut namun Moskow membantah tuduhan itu.