Data Ini Menunjukkan, Setelah 17 Tahun Perang Afghanistan Semakin Mengerikan
Pasukan AS di Afghanistan / CBS

Data Ini Menunjukkan, Setelah 17 Tahun Perang Afghanistan Semakin Mengerikan

Perang Afghanistan sudah hampir 17 tahun berlangsung dan grafik terbaru ini menunjukkan konflik telah mencapai titik paling mematikan dalam beberapa tahun.

Data dari Program Uppsala Conflict Data  menunjukkan jumlah total kematian akibat pertempuran di Afghanistan, termasuk warga sipil dan kombatan di kedua sisi, akan melampaui 20.000 pada 2018.

Graeme Smith, seorang analis politik dan mantan pejabat urusan politik untuk Misi Bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Kabul, Afghanistan, mengatakan di Twitter bahwa data ini berarti “perang mungkin tumbuh lebih hebat dari apa pun sejak tahun 1980-an.”

“ Secara historis data selalu tidak tepat, tetapi perang mungkin tumbuh lebih hebat dari apa pun sejak tahun 1980-an,” katanya dalam akun Twitter.

Dilihat dari sisi Amerika jumlah militer mereka yang tewas di Afghanistan memang menurun. Menurut situs pelacakan korban iCasualties selama 2018 lima tentara Amerika telah tewas di medan perang ini. Angka ini jauh di bawah tahun paling mematikan bagi Amerika yakni pada  2010, ketika 499 tentara Amerika tewas.

Menurut iCasualties secara keseluruhan, 2.414 tentara Amerika telah tewas sejak perang dimulai pada 2001 menyusul serangan teror 9/11.

Namun dari sudut pandang yang lebih luas perang menjadi semakin intens dan ini menunjukkan militer Amerika tidak mungkin keluar dari Afghanistan dalam waktu dekat. Karena jika langkah ini ditempuh berisiko meruntuhkan pemerintah Afghanistan yang dibangun Amerika. Singkatnya, belum ada akhir yang terlihat untuk konflik ini atau peran Amerika di dalamnya.

Pemerintah Trump tahun lalu memutuskan untuk meningkatkan jejak kaki militer Amerika di Afghanistan dengan tambahan beberapa ribu pasukan hingga kini Amerika memiliki 15.000 pasukan di sana.

Meski ada peningkatan pasukan, situasi di Afghanistan belum membaik. Masih banyak pertempuran sengit melawan Taliban, yang mengendalikan hampir setengah dari kabupaten di negara itu.

Kelompok ISIS juga muncul sebagai ancaman di negara itu dan pekan lalu mengaku bertanggung jawab atas serangan  yang menyebabkan 34 siswa tewas di sebuah fasilitas pendidikan di Kabul.

Tetapi Jenderal Amerika John “Mick” Nicholson pada Rabu 23 Agustus 2018 mengatakan ada kesempatan belum pernah terjadi sebelumnya untuk mencapai perdamaian  dengan Taliban.

Nicholson, yang akan segera diganti sebagai jenderal tertinggi Amerika di Afghanistan, juga memuji strategi Presiden Donald Trump di wilayah tersebut dan berpendapat bahwa upaya sekutu telah membuat kemajuan.