China semakin agresif di Lau China Timur membuat Jepang yang memiliki konflik wilayah dengan negara itupun tidak bisa tenang. Tokyo mau tidak mau meningkatkan pertahanan mereka untuk membendung jika konflik benar-benar pecah.
Jepang terus mengembangkan rencana untuk membangun strategi Anti-Access / Area-Denial (A2 / AD). Tokyo merespons dengan merangkai garis rudal anti-kapal, anti-pesawat di 200 pulau di sepanjang Laut China Timur yang membentang 1.400 km (870 mil) dari daratan negara yang berhadapan dengan Taiwan.
Penyebaran rudal ini akan membantu menjaga dari serangan China di teluk di Pasifik Barat. Kapal China berlayar dari pantai timur mereka harus mampu melewati penghalang baterai rudal Jepang untuk bisa mencapai Pasifik Barat, akses yang sangat penting untuk Beijing baik sebagai jalur suplai ke seluruh lautan di dunia dan untuk proyeksi kekuatan angkatan laut.
Jepang juga akan meningkatkan kehadiran pasukan mereka di pulau-pulau di Laut China Timur hingga mencapai seperlima menjadi hampir 10.000 personel. Mereka akan menjaga baterai rudal dan stasiun radar, akan didukung oleh unit laut, kapal selam, pesawat tempur F-35, kendaraan tempur amfibi, dan akhirnya Armada Ketujuh Amerika yang bermarkas di Yokosuka, selatan Tokyo.
Toshi Yoshihara, Profesor di US Naval War College pernah mempresentasikan sebuah gagasan dari strategi anti acces/areal denial Jepang di Center for New American Security (CNA) beberapa waktu silam.
“Kepulauan Ryukyu bisa mendukung kekuatan anti-akses Jepang. Misalnya, unit rudal anti-kapal dan anti udara tersebar di seluruh kepulauan akan menjadi sebuah penghalang yang tangguh. Dalam masa perang, operasi memblokir yang efektif akan menggoda komandan China untuk membatalkan misinya. Pengerahan tenaga seperti itu, bagaimanapun, akan menurunkan secara signifikan kapasitas warfighting China,” katanya.
Dia juga menjelaskan bahwa China tidak bisa dengan mudah menghancurkan rudal pertahanan Jepang. “Setiap upaya untuk menghilangkan ancaman anti acces Jepang, China akan memerlukan sebuah front geografis dengan lebar sekitar 600 mil. Sebuah kampanye yang melibatkan kekuatan udara dan serangan rudal balistik dan jelajah akan mempercepat menguras persediaan amunisi dan pesawat. Serangan amfibi, cara paling pasti untuk mengusir penyerang pulau, juga akan mewakili cara paling berisiko, karena pasukan Jepang dan Amerika akan bisa menjadi malapetaka bagi pasukan lawan. ”
Yoshihara mengatakan dengan persenjataan yang murah seperti Type 88, Type 12 dan unit pertahanan udara mobile lainnya bisa menjadikan China kelelahan dan harus menguras senjata ofensif yang lebih mahal untuk bisa meraih sedikit penguasaan wilayah dan ketidakpastian apakah mereka bisa menerobos ke perairan Pasifik. Dengan investasi relatif sederhana ini bisa menjadi kekuatan penting bagi Jepang untuk mengadang China.
Rencana Jepang untuk meningkatkan pertahanan dan membatasi kebebasan bertindak Angkatan Laut China dan mungkin aset udara adalah permainan pintar. Namun, Tokyo juga harus bekerja untuk melawan apa yang mungkin menjadi tantangan besar yakni platform rudal Beijing yang semakin besar dan canggih yang bisa menargetkan pangkalan Jepang dan sekutu.