Anjing laut menggunakan kumisnya untuk melacak mangsanya secara diam-diam, sebuah ide yang dapat merevolusi peperangan bawah laut.
Sebuah konsep baru dalam deteksi bawah air bisa menemukan tingkatan baru setelah ditemukan fakta bagaimana anjing laut melacak dan menangkap ikannya. Kumis binatang mamalia tersebut ternyata menjadi alat penting untuk memburu ikan bahkan dalam kondisi air yang pekat.
Sebuah penelitian menunjukkan anjing laut menggunakan kumisnya untuk mendeteksi gerakan dalam air yang ditinggalkan oleh objek yang bergerak. Jika para ilmuwan meniru metode menggunakan teknologi modern, itu bisa membuat kapal selam jauh lebih dapat dideteksi.
Selama jutaan tahun, anjing laut telah berevolusi untuk memburu ikan di laut. Air laut sering keruh, tertutup materi organik dan mengurangi jarak pandang. Meskipun demikian, anjing laut ternyata tidak menemui masalah untuk menemukan ikan yang bergerak cepat dan dengan cepat menjadikannya santapan.
Bagaimana mereka melakukannya? Rahasia anjing laut, ternyata, terletak pada kumisnya. Sebagaimana dilaporkan The Economist para ilmuwan di Amerika Serikat dan Korea Selatan bekerja untuk memahami sepenuhnya bagaimana teknologi kumis bekerja. “Teknologi” ini cukup sederhana. Kumis, mendeteksi gangguan dalam air. Ketika objek melewati air, mereka meninggalkan pusaran air kecil di belakang mereka, sebuah fenomena yang dikenal sebagai jalan vortex Karman.
Vortisitas ini dapat bertahan di air untuk beberapa waktu sebelum kemudian secara perlahan menghilang. Kumis anjing laut telah berevolusi menjadi sangat sensitif terhadap vortisitas ini, memungkinkan untuk tidak hanya mendeteksi mereka, tetapi untuk memberikan memberikan informasi tentang ukuran dan kecepatan objek.
Saat ini, ada dua cara untuk mendeteksi objek di bawah air yakni sonar aktif dan pasif. Sonar aktif dilakukan dengan mengirimkan gelombang untuk kemudian mendeteksi objek berdasarkan pantulan gelombang yang membentur objek tersebut.
Cara ini memang sangat efektif, tetapi ibarat menyalakan senter di kegelapan, cara tersebut juga menunjukkan posisi kapal selam. Akibatnya, dari posisi memburu, kapal selam bisa berubah menjadi yang diburu.
Metode lain, sonar pasif, lebih aman karena tidak memancarkan gelombang. Deteksi dilakukan dengan melacak suara kapal musuh. Kelemahan sistem pasif adalah jika musuh sangat tenang maka akan sangat sulit untuk mendapatkan posisi objek.
Teknologi kumis, juga merupakan metode deteksi pasif dengan mendeteksi dan merasa gerakan air yang dimunculkan akibat pergerakan objek. Jika pemburu berhati-hati, yang diburu tidak menyadari mereka sedang dikuntit.
Langkah selanjutnya adalah membuat analog teknologi tinggi yang meniru bagaimana kumis anjing laut ini bekerja termasuk tentu saja meniru susunan sarafnya.
Jika teknologinya bisa di bawa ke ranah militer, maka hal itu akan mengubah atau bahkan merevolusi bagaimana sistem pendeteksian. Meski teknologi yang ada sekarang sudah berkembang dengan pesat, fakta yang ada mendeteksi dan memburu kapal selam adalah pekerjaan yang sangat rumit.
The Economist menambahkan penelitian tentang teknologi kumis anjing lauat sedang berlangsung, dan masih harus dilihat seberapa besar masalah teknologi baru ini akan hadir untuk kapal selam.
“Itu bisa mewakili terobosan besar yang mengancam kemampuan kapal selam untuk beroperasi di bawah air, atau bisa menjadi teknologi sensor yang melengkapi, tidak menggantikan sonar,” tulis Popular Mechanics Selasa 14 Agustus 2018.