Angkatan Darat Amerika Serikat secara resmi mengakhiri program pembangunan senjata XM-25 Counter Defilade Target Engagement System. Senjata yang juga disebut sebagai ‘Punisher’ ini dirancang untuk menyerang pasukan musuh yang berlindung di balik tembok.
Meskipun berhasil, senjata infanteri berteknologi tinggi menjadi korban dari periode pengembangan yang panjang dan biaya yang menggelembung, kurangnya utilitas, dan insiden tahun 2013 di mana senjata melukai seorang tentara yang membawanya.
Sejak pertama diciptakan salah satu rintangan terbesar senjata api adalah bagaimana bisa menembak orang yang berada di balik perlindungan.
Seorang prajurit dapat bersembunyi di balik pintu, atau jendela, atau bahkan bungker dengan sekali-kali bergerak cepat untuk menyerang dengan senjatanya. Prajurit itu membutuhkan keahlian menembak dan waktu yang baik untuk bisa mengalahkannya atau cara lain adalah meledakkan bangunan.
XM-25 dirancang untuk memecahkan maslah tersebut. The Punisher adalah peluncur granat 25-milimeter semi-otomatis yang menembakkan granat yang dapat diprogram. Pengguna dapat memprogram granat untuk terbang masuk ke dalam pintu atau jendela dan meledak di dalam, melukai siapa pun di sana dengan pecahan peluru yang mematikan. Atau ketika lawan bersemunyi di parit, geranat dapat diprogram untuk meledak di atasnya.
Namun XM-25 hanyamelihat layanan aktif terbatas. Senjata itu terlalu berat, dengan berat dasar senjata dan 36 granat mencapai 35 pon. Sementara senjata hanya berguna dalam keadaan tertentu, dan tidak berguna sama sekali dalam pertempuran jarak dekat. Pada tahun 2013, sebuah unit Ranger di Afghanistan menolak membawa senjata tersebut dan lebih memilih untuk mengambil M4 sebagai gantinya.
Senjata itu ditarik pada 2013 setelah insiden di mana seorang prajurit terluka ketika senjata itu mencoba menembakkan dua granat sekaligus. Senjata itu dirancang ulang dan setelah tiga tahun, senjata seharga US$ 41.000 atau sekitar Rp599 juta per unit muncul kembali dengan label harga baru yakni US$ 93.000 atau sekitar Rp1,4 miliar. Harga ini sekitar Rp1,3 miliar lebih mahal dibandingkan M4A1 carabine.
Stars and Stripes melaporkan pada 10 Agustus 2018, pada tahun 2016, inspektur jenderal Pentagon sebenarnya sudah merekomendasikan agar Angkatan Darat mempertimbangkan untuk mengakhiri program tersebut. Namun para pejabat Angkatan Darat mengatakan penghentian secara resmi baru ditandatangani pada 24 Juli 2018.
“Setelah membatalkan program tahun lalu, Angkatan Darat sejak saat itu menerima hak untuk penelitian dan pengembangan program,” kata Letnan Kolonel Isaac Taylor, seorang juru bicara Angkatan Darat, mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Angkatan Darat Amerika tetap mempertahankan hak kekayaan intelektual dan 20 unit Punisher yang sudah dibuat.
Tidak jelas bagaimana masa depan teknologi itu, tetapi Angkatan Darat dapat menahannya dan menggunakannya untuk proyek lain.