China kembali menegaskan tidak akan menanggapi sanksi Amerika dan akan tetap melakukan hubungan dagang dengan Iran.
Kementerian Luar Negeri China menegaskan hubungan dagang China dengan Iran dibangun dengan prinsip keterbukaan, transparansi, dan kepatuhan terhadap hukum internasional.
Beijing menegaskan hal tersebut setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam mengusir semua perusahaan yang mempunyai hubungan usaha dengan Iran.
Ancaman itu adalah bagian dari sanksi baru Amerika Serikat terhadap Iran, yang tetap akan diberlakukan meski sekutu Washington mendesak Trump membatalkannya.
Iran tegas menolak tawaran berunding dari Trump. Teheran mengaku tidak bisa berunding dengan Washington, yang terbukti melanggar perjanjian, yang mereka tanda-tangani pada 2015, terkait program nuklir Iran.
Trump pada tahun ini memutuskan menarik diri dari perjanjian nuklir 2015, yang disepakati bersama Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, China, dan Iran.
Beijing selama ini punya hubungan dagang yang dekat dengan Iran, khususnya di sektor energi. “China terus konsisten menentang sanksi sepihak,” kata Kementerian Luar Negeri China dalam siaran tertulis kepada Reuters Rabu 8 Agustus 2018, untuk menjawab pertanyaan terkait ancaman Trump terhadap perusahaan yang punya hubungan usaha dengan Iran.
“Kerja sama komersial antara China dan Iran adalah hubungan yang terbuka dan transparan, adil dan taat hukum, serta tidak melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB,” kata mereka.
“Kami akan mempertahankan hak kami untuk berhubungan dengan negara lain,” kata Kementerian Luar Negeri China.
China merupakan pelanggan utama minyak dari Iran. Negara itu membeli sekitar 650.000 barel minyak mentah per hari dari Tehran, atau sekitar tujuh persen dari total impor minyak mentah Beijing. Dengan harga sekarang, nilai impor tersebut mencapai sekitar 15 miliar dolar AS per tahun.
Di sisi lain, badan usaha milik negara China di sektor energi seperti CNPC dan Sinopec telah menginvestasikan miliaran dolar ke sejumlah ladang minyak penting Iran di Yadavaran dan Azadegan Utara.
Sementara itu, negara Eropa, yang berharap Tehran masih tetap bertahan pada kesepakatan nuklir 2015 meski tanpa Amerika Serikat, telah berjanji akan mencarikan cara agar Iran tidak terlalu merasakan dampak sanksi Washington.
Namun, janji itu sulit dipenuhi. Beberapa perusahaan Eropa sudah keluar dari Iran karena tidak berani menanggung resiko sanksi dari Amerika Serikat.
Hanya sedikit perusahaan Amerika Serikat yang punya usaha di Iran. Dengan demikian dampak sanksi baru dari Trump akan bergantung pada keberhasilan Washington memblokade hubungan dagang perusahaan-perusahaan Eropa dan Asia dengan Iran.
Beberapa perusahaan Eropa yang sudah membatalkan rencana investasi di Iran di antaranya adalah raksasa minyak asal Prancis, Total, dan pembuat mobil Renault.