Status-6, Ujung Cita-Cita Lama Rusia Melahirkan Pedang Nuklir Bawah Laut

Status-6, Ujung Cita-Cita Lama Rusia Melahirkan Pedang Nuklir Bawah Laut

Torpedo nuklir Rusia yang dikenal sebagai Kanyon atau Poseidon dan pertama kali disebut sebagai Status-6, telah menjadi perbincangan di dunia militer. Senjata ini dikatakan akan segara masuk ke layanan.

Diluncurkan dari kapal selam di tengah lautan, Kanyon bisa berkeliaran dengan kecepatan lambat selama berminggu-minggu, berjalan menuju pantai, sampai kemudian membuat perjalanan berkecepatan tinggi ke sebuah pelabuhan dan meledakkan muatannya.

Unmanned underwater vehicle (UUV) Kanyon seperti yang dijelaskan dan digambarkan adalah torpedo yang sangat besar dengan panjang hampir 80 kaki dan diameter lima meter. Dilengkapi dengan hulu ledak nuklir 100-megaton dan didorong oleh pembangkit listrik tenaga nuklir, Kanyon dirancang untuk menciptakan tsunami radioaktif di pelabuhan dan daerah pesisir.

Meski untuk torpedo, Kanyon memiliki ukuran yang besar,  bagi perang antikapal selam, mendeteksi objek sebesar ini laksana mencari jarum di tengah lautan. Akan sangat sulit untuk mendeteksinya.

Platform peledak laut memiliki sejarah panjang dalam peperangan. “Kapal-kapal api,” di mana kapal-kapal dibakar dan dibuat berlayar ke dalam armada yang berlabuh telah digunakan selama berabad-abad.

Pada tahun 1585, para pemberontak Belanda di Antwerp, yang dikepung oleh pasukan Spanyol menyewa Frederico Giambelli, seorang insinyur Italia yang pandai, untuk menciptakan “hellburner” —sebuah bom mengambang. Hasilnya spektakuler, meski tidak menentukan hasil perang di Antwerp.

Namun, keberadaan senjata semacam itu menyebabkan Spanyol menjadi panik saat melihat kapal api dan menghancurkan harapan Spanyol untuk menyerang Inggris.

Pada awal Proyek Manhattan, bobot dan ukuran yang besar dari senjata nuklir yang dibangun membuat rencana pengiriman senjata dilakukan dengan tongkang. Tidak pesawat terbang. Tetapi bagaimana sebuah kapal dapat masuk ke Kanal Kiel atau Teluk Tokyo tetap tidak terpecahkan.

Bom atom militer pertama, “Little Boy,” pada awalnya dirancang sebagai senjata angkatan laut sebagia sebuah bunker-buster yang dijatuhkan di udara untuk menghancurkan dermaga kapal selam yang diperkuat.

Segera setelah Uni Soviet mengembangkan bomnya, para pemimpinnya juga mencari cara bagaimana untuk mengirimkannya. Meski senjata Soviet awal adalah bom gravitasi untuk pesawat, Angkatan Laut Soviet ingin memiliki pedang nuklir.

Pada 1952 Kremlin  mengizinkan pengembangan torpedo nuklir raksasa yang dikenal sebagai  T-15. Kapal selam nuklir pertama Uni Soviet yang dikenal sebagai Kelas November harus dilengkapi dengan tabung raksasa tunggal dengan panjang seperlima kapal selam untuk menampung senjata raksasa itu.

Begitu mereka diberi tahu, para petinggi Angkatan Laut tidak senang dengan T-15. Kekuatannya yang sangat besar hanya dapat membawa satu senjata  dan harus mendekati ke target serangan pada jarak 30 mil.

T-15 secara diam-diam dibatalkan pada tahun 1954, tetapi ide itu membuat Andrei Sakharov, “bapak bom hidrogen Soviet” penasaran.

Setelah berhasil membangun dan menguji “Tsar Bomba” pada tahun 1961, Sahkarov mengusulkan pengiriman senjata raksasa melalui torpedo raksasa. Sekali lagi, Angkatan Laut Soviet  tidak tertarik karena tidak menemukan kebutuhan untuk itu.

Ide untuk membangun torpedo nuklir akhirnya menghilang cukup lama. Sampai kemudian perkembangan teknologi yang ada tampaknya memberikan jalan ide ini muncul lagi dan lahir sebagai Status-6.

Hull berdiameter lima kaki sangat besar untuk torpedo, tetapi untuk kapal selam itu kecil. Kapal selam nuklir jauh lebih besar daripada kapal selam konvensional karena reaktor dan mesin uap mengambil begitu banyak ruang.

Tetapi jenis mesin yang berbeda — “jet-engine-in-a-bottle  —bisa menjadi solusi Rusia. Semua kapal bertenaga nuklir yang mengapung hari ini sebenarnya adalah kapal uap dengan panas nuklir menggantikan pembakaran bahan bakar fosil untuk merebus air.

Program pesawat bertenaga nuklir Amerika yang naas dan mahal menghasilkan desain closed-cycle nuclear gas turbines (CCNGT).  General Electric juga mengeksplorasi teknologi ini untuk propulsi laut.

Dalam CCNGT, turbin ditempatkan dalam wadah tertutup yang diisi dengan gas inert seperti helium atau nitrogen. Energi nuklir memanaskan gas dan kompresor memaksa melalui turbin di mana daya dihasilkan; gas tersebut dikompres ulang dan dipanaskan kembali tanpa pernah meninggalkan wadah, dan turbin dapat menyalakan generator yang menggerakkan baling-baling.

Tetapi Rusia memiliki pengalaman panjang dengan turbin gas, termasuk kompresor raksasa untuk gas alam, dan ada kemungkinan bahwa mesin CCNGT dapat bergabung dengan hulu ledak raksasa sebagai hantu yang dibangkitkan pada tahun 1950-an.

Pada akhirnya Kanyon, jika memang benar-benar ada, adalah kelahiran ide lama yang berkali-kali mengalami kegagalan. Status-6, telah menjadi iblis di bawah laut yang bisa membuat kehancuran parah pada peradaban manusia.