Di tengah pemberlakuan sanksi oleh Amerika kepada Iran, Korea Utara mencoba merapat ke Teheran. Hal ini bisa mempersulit upaya perdamaian yang sedang dirintis di Semenanjung Korea.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menyambut rekan Korea Utara, Ri Yong-ho, ke Teheran pada Selasa 7 Agustus 2018, beberapa jam setelah Amerika Serikat menjatuhkan kembali sanksi terhadap Republik Islam.
Kantor berita milik pemerintah, IRNA, melaporkan kedua pejabat itu bertemu dan “menyatakan kepuasan dengan hubungan bilateral yang ada, serta menyerukan perluasan hubungan lebih lanjut.”
Tanpa rincian spesifik, sebagaimana dikutip dari CNN pada Rabu 8 Agustus 2018, kantor berita tersebut menambahkan bahwa “mereka juga membahas perkembangan regional dan internasional terbaru, serta masalah kepentingan bersama.”
Ini adalah kunjungan pertama oleh seorang pejabat senior Pyongyang ke Teheran selama masa jabatan kedua Presiden Iran Hassan Rouhani, dan dibuat atas permintaan Menteri Luar Negeri Korea Utara, kata IRNA.
Sebelumnya pada hari Selasa, Presiden Donald Trump mengunggah pesan terbarunya di Twitter, memperingatkan negara-negara agar tidak berbisnis dengan Iran. “Saya meminta DUNIA DAMAI, tidak kurang!” Trump menambahkan.
Trump mengakhiri partisipasi Amerika dalam kesepakatan nuklir Iran yang diteken oleh pemerintahan Obama pada bulan Mei.
Presiden ke-45 Amerika itu telah lama menjadi pengkritik sengit terhadap kesepakatan nuklir Iran, bahkan jauh sebelum dia menjadi calon presiden. Ia berdalih bahwa dengan pembatasan sekalipun, Teheran selalu memicu ancaman terhadap Washington.
Kunjungan Menlu Korea Utara bertepatan dengan putaran pertama sanksi yang kembali dijatuhkan oleh AS pada Selasan, yang menargetkan, antara lain, pembelian atau perolehan dolar Amerika oleh pemerintah Iran, industri otomotif negara itu dan perdagangan emas atau logam mulia.
Tahap kedua dari penerapan sanksi tersebut akan mulai berlaku pada November mendatang, dan disebut akan sangat mempengaruhi industri minyak penting Iran.