Dalam perang, membunuh dalah salah satu cara untuk mencapai kemenengan, tetapi sejumlah negara mencoba untuk memasukkan unsur manusiawi ketika berusaha saling membantai tersebut. Salah satunya dengan melarang sejumlah senjata.
Pelarangan senjata mulai dilakukan ketika Konferensi Den Haag kedua yang berlangsung 110 tahun yang lalu yakni dari bulan Juni sampai Oktober 1907 memunculkan banyak peraturan perang abad ke-20.
Konferensi tersebut melibatkan delegasi dari 44 negara dan menghasilkan 13 konvensi, termasuk mengenai undang-undang dan kebiasaan perang di darat, penyelesaian sengketa sengketa internasional, hak dan kewajiban kekuatan netral jika terjadi perang dan sebagainya. Konvensi tetap berlaku hingga hari ini.
Konferensi Kedua Den Haag (konferensi pertama diadakan pada tahun 1899) memperkenalkan serangkaian larangan mengenai senjata dan peraturan perang, termasuk melarang penggunaan expanding bullets (peluru menyebar), penggunaan proyektil dengan gas beracun dan pelepasan proyektil dari balon.
Namun, sepanjang abad ke-20 dunia melihat beberapa jenis senjata baru yang juga dilarang. Berikut ini adalah lima senjata paling mematikan yang dilarang digunakan dalam perang oleh konvensi internasional.
Expanding Bullets
Expanding Bullets secara resmi dilarang dalam peperangan, namun masih digunakan untuk berburu dan oleh polisi beberapa negara. Peluru dirancang untuk memperluas dampak atau luka yang kadang-kadang hingga dua kali lebih lebar dibandingkan peluru biasa. Karena daya henti mereka, mereka sering digunakan untuk berburu.
Peluru ini pertama diproduksi pada awal 1890-an dan diberi nama “dum-dum”, setelah sebuah fasilitas militer Inggris berada di dekat Kolkata, India. Ada yang terbuat dari baja lunak dan memiliki lubang hidung berlubang yang dirancang untuk pecah menyebar saat terkena benturan. Pada sebagian besar kasus, luka yang dihasilkan sangat mematikan atau mengakibatkan kecacatan.
Konvensi Den Haag tahun 1899 melarang penggunaan peluru ini, namun Rusia dan Jerman masih menggunakannya dalam Perang Dunia I.
Saat ini, pasukan militer reguler tidak menggunakan ekpanding bullets. Hukum internasional melarang penggunaannya dalam konflik bersenjata. Hal ini diperdebatkan oleh Amerika Serikat yang menegaskan bahwa amunisi ini dapat digunakan bila ada kebutuhan militer yang jelas. Namun, adopsi amandemen Pasal 8 pada Konferensi Peninjauan Statuta Roma membuat penggunaan peluru ini menjadi kejahatan perang.
Pada saat yang sama, karena peluru hanya dilarang dalam konflik militer, namun tetap digunakan oleh aparat penegak hukum di banyak negara. Mereka memungkinkan untuk segera menetralkan penyerang dan mencegah korban lebih banyak di daerah yang ramai.

Napalm
Senjata mematikan ini mulai dikenal secara global selama Perang Vietnam, namun napalm juga digunakan pada Perang Dunia II. Napalm adalah cairan yang mudah terbakar, campuran zat gelling dan bensin atau bahan bakar sejenis. Napalm sangat murah dan mudah diproduksi. Napalm mudah terbakar dan menempel pada permukaan dan kulit, menimbulkan luka bakar parah.
Selama perang di Vietnam, militer Amerika menggunakan napalm untuk membakar desa dan kawasan hutan, menghancurkan tempat persembunyian musuh. Napalm digunakan dalam bom yang dijatuhkan dari pesawat, penyembur api dan pembakar. Penggunaannya sering mengakibatkan korban di kalangan warga sipil dan pasukan kawan.
Konvensi PBB tentang Senjata Konvensional Tertentu atau Certain Conventional Weapons (CCW) melarang penggunaan napalm terhadap populasi sipil pada tahun 1980. Namun, sejumlah negara belum meratifikasi semua protokol CCW tersebut.
NEXT