Sebuah laporan rahasia PBB tentang Korea Utara bocor ke media. Laporan yang dilihat Reuters pada Jumat 2 Agustus 2018 itu diserahkan kepada komite Dewan Keamanan PBB urusan sanksi terhadap Korea Utara.
Laporan itu disusun selama enam bulan oleh pakar mandiri, yang bertugas memantau penerapan sanksi PBB. Dalam laporan itu disebutkan Korea Utara belum menghentikan program nuklir dan peluru kendalinya.
“Korea Utara belum menghentikan program nuklir dan peluru kendalinya serta masih terus melawan perintah resolusi Dewan Keamanan melalui pemindahan produk minyak bumi secara terlarang dari kapal-ke-kapal, juga dengan melakukan pengiriman batu bara di lautan selama 2018,” kata pakar dalam laporan 149 halaman tersebut.
Kantor misi Korut untuk PBB tidak memenuhi permintaan untuk berkomentar soal laporan tersebut. Laporan PBB menyebutkan bahwa Korea Utara sedang bekerja sama secara militer dengan Suriah dan berupaya menjual persenjataan kepada kelompok Houthi Yaman.
Pyongyang juga melanggar larangan soal tekstil dengan mengekspor barang-barang senilai lebih dari 100 juta dolar AS (sekitar Rp1,44 triliun) antara Oktober 2017 dan Maret 2018 ke China, Ghana, India, Meksiko, Sri Lanka, Thailand, Turki dan Uruguay, menurut laporan.
Laporan itu disampaikan pada saat Rusia dan China menyarankan agar Dewan Keamanan membahas pengurangan sanksi setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un bertemu untuk pertama kalinya pada Juni. Saat itu, Kim berjanji akan berupaya melakukan penghapusan senjata nuklir.
Amerika Serikat dan para anggota Dewan Keamanan lainnya mengatakan sanksi-sanksi harus diterapkan secara ketat sampai Pyongyang bertindak.
Dewan Keamanan telah secara sepakat menjatuhkan sanksi terhadap Korea Utara sejak 2016. Langkah itu diambil untuk menyumbat pendanaan program nuklir dan rudal balistik Pyongyang serta melarang berbagai ekspor, termasuk batu bara, besi, timbal, tekstil dan makanan laut. Sanksi juga diterapkan untuk membatasi impor minyak mentah dan produk-produk minyak bumi sulingan oleh Korea Utara.
Para pakar itu mengatakan “kerja sama militer terlarang dengan Republik Arab Suriah masih berlanjut”. Mereka mengatakan teknisi Korut, yang ikut menjalankan program peluru kendali balistik dan kegiatan lain, bertandang ke Suriah pada 2011, 2016 dan 2017.